ERA.id - Lingkar Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyebut Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto masih berpotensi sebagai calon presiden (capres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Dari hasil survei terbarunya, tercatat elektabilitas Prabowo masih menempati urutan teratas dengan angka 23,5 persen.
Peneliti LSI Denny JA Adjie Alfaraby mengatakan, meskipun elektabilas Prabowo masih tinggi karena rekam jejaknya sebagai 'veteran capres', namun kepopulerannya sudah merosot jika dibandingkan pada Pilpres 2019.
"Elektabilitas Prabowo memang kini paling tinggi 23 persen, tapi sudah jauh merosot dibandingkan perolehan suara Prabowo 2019 sebanyak 44,5 persen. Dukungan Prabowo sudah merosot di atas 20 persen," kata Adjie dalam keterangan pers secara daring, Kamis (17/6/2021).
Selain itu, ganjalan lain yang diprediksi membuat langkah Prabowo tak terlalu mulus melenggang di Pilpres 2024 adalah isu HAM 1998. Isu itu, kata Adjie, sejatinya selalu muncul sejak Prabowo maju Pilpres dari tahun 2009 hingga ke depannya.
Kemudian, hal lain yang menjadi ganjalan adalah adanya 'barisan sakit hati'. Mereka ini pada Pilpres 2019 lalu merupakan pemilih Prabowo karena anti-Jokowi. Seperti diketahui, Prabowo pada Pilpres 2019 lalu berpasangan dengan rekan separtainya Sandiaga Uno melawan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan berakhir kalah.
'Barisan sakit hati' yang berangkat dari kelompok Anti-Jokowi itu, kata Adjie, bisa menjadi batu sandungan bagi Prabowo lantaran Prabowo saat ini memilih bergabung dengan pemerintahan sebagai Menteri Pertahanan.
"Ada kemungkinan resistensi Prabowo di segmen pemilih yang awalnya dukung Prabowo di 2019, mereka yang bisa kita bilang sebagai kelompok pemilih anti-Jokowi di 2019 akhirnya bisa berbalik melawan Prabowo," katanya.
Kasus korupsi suap benih lobster atau benur yang dilakukan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo juga diprediksi mengganjal Prabowo. Sebabnya, publik terlanjur mengetahui bahwa Edhy merupakan orang terdekat Prabowo meskipun sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Edhy sudah tidak lagi menjadi bagian dari Partai Gerindra.
Ganjalan lainnya yaitu, aura kekalahan Prabowo dalam tiga kali Pilpres membuat publik merasa bosan dengan sosok Prabowo.
"Lo lagi, lo lagi, Prabowo lagi, Prabowo lagi. Memang memunculkan satu pesimisme, satu hal secara psikologis yang sulit dibantah oleh Prabowo karena aura kekalahan yang dilihat oleh publik," pungkas Adjie.