Usai Putusan MK, Buruh Ultimatum Anies Cabut UMP 2022: Jangan Ada Lagi Dalih Ditekan Pemerintah Pusat

| 26 Nov 2021 18:03
Usai Putusan MK,  Buruh Ultimatum Anies Cabut UMP 2022: Jangan Ada Lagi Dalih Ditekan Pemerintah Pusat
Ilustrasi aksi demonstrasi UMP DKI Jakarta (Antara)

ERA.id - Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengultimatum Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mencabut Surat Keputusan (SK) Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Cipta Kerja.

Said Iqbal mengatakan pencabutan tersebut lantaran rumus yang digunakan dalam SK untuk menetapkan UMP yakni Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja.

Dalam putusannya terkait Cipta Kerja, Hakim MK menangguhkan seluruh keputusan terkait UU Cipta Kerja yang bersifat strategis dan berdampak luas.

“Kenaikan upah minimum adalah keputusan strategis nah kalau refer membandingkan amar keputusan MK butir 7 tersebut kan jelas kalau ada keputusan turunan itu strategis dan berdampak luas ditangguhkan,” jelas Said Iqbal dalam konferensi persnya pada Jumat (26/11/2021).

Said Iqbal pun tegas memberi waktu Anies Baswedan 3x24 jam untuk mencabut SK tersebut. Jika tidak, maka 5-10 ribu buruh pada 29 November mendatang akan menggelar aksi demonstrasi.

Dia memastikan aksi demonstrasi tersebut akan terus dilakukan hingga SK dicabut.

“Harus punya keberanian, kalau gak berani jangan jadi gubernur, gubernur harus berani ambil resiko ada diskresi,” kata Iqbal.

Dia pun menegaskan UMP DKI Jakarta itu akan mempengaruhi Upah Minimum Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Selain Anies, Dia juga meminta seluruh gubernur di seluruh Indonesia untuk mencabut keputusan penetapan UMP 2022.

Sebelumnya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan'," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI dan dipantau dari Jakarta, Kamis dikutip dari Antara pada (25/11/2021).

Dalam pembacaan amar putusan, Anwar Usman juga menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut.

Lebih lanjut, MK memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK, dan apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

"Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan [UU Cipta Kerja], undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ucap Anwar Usman.

Rekomendasi