ERA.id - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyatakan perusahaan Amerika Serikat melakukan investasi di proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) di Muara Enim Sumatera Selatan sebesar Rp33 triliun.
Perusahaan AS bernama Air Products and Chemicals Inc (APCI) tersebut bekerja sama dengan PT Bukit Asam TBK dan PT Pertamina.
"Investasi ini full dari Amerika, bukan dari Korea, bukan dari Jepang, bukan juga dari China," jelas Bahlil pada Senin (24/1/2022) dikutip dari Antara.
Dia pun menegaskan bahwa investasi AS ini merupakan yang terbesar kedua setelah smelter PT Freeport.
"Jadi sekalian menyampaikan bahwa tidak benar kalau ada pemahaman negara ini hanya fokus investasi satu negara. Ini buktinya kita membuat perimbangan," kata dia.
Realisasi proyek hilirisasi batu bara menjadi DME itu mencapai Rp33 triliun, sementara realisasi investasi proyek smelter Freeport yang telah di-groundbreaking pada Oktober 2021 bernilai Rp42 triliun.
"Ini Amerika investasinya cukup gede. Ini investasi kedua setelah Freeport yang terbesar untuk tahun ini," katanya.
Lebih lanjut, Bahlil mengungkapkan proyek tersebut akan dapat menyerap 12-13 ribu tenaga kerja saat tahap konstruksi. Selain itu, akan ada peluang 11-12 ribu lapangan kerja yang dilakukan di sisi hilir.
"Ditambah lagi, begitu eksisting, produksi, lapangan pekerjaan disiapkan yang tetap 3 ribu. Itu yang langsung, kalau yang tidak langsung, kontraktor, subkontraktor, multiplier effect, itu bisa tiga sampai empat kali lipat dari yang ada," ungkapnya.
Bahlil juga memastikan lapangan pekerjaan akan tersedia seluruhnya bagi tenaga kerja Indonesia. Ia mengaku telah meminta Air Products untuk bisa memprioritaskan lapangan pekerjaan bagi rakyat Indonesia.
"Ini lapangan pekerjaan semua dari Indonesia. Jadi Air Products sudah saya panggil, tenaga kerjanya saya bilang 95 persen dari Indonesia. Yang 5 persen ini hanya masa kontruksi. Sedangkan masa produksinya itu akan dilibatkan PTBA dan Pertamina," katanya.
Dalam kerja sama senilai 2,1 miliar dolar AS (setara Rp33 triliun) tersebut, Air Products & Chemicals Inc. nantinya bertindak sebagai investor dari sisi teknologi dan pembangunan.
Sementara PTBA selaku perusahaan tambang, akan menyuplai batu bara untuk bahan baku gasifikasi menjadi DME tersebut. Ada pun PT Pertamina (Persero) mendapat penugasan khusus dari pemerintah sebagai offtaker produk yang akan mengganti liquefied petroleum gas (LPG).
Proses pembangunan pabrik gasifikasi batu bara itu akan dilakukan dalam 30 bulan.
"Waktunya seharusnya 36 bulan tapi kami rapat dengan Air Products, kami minta 30 bulan (rampung)," kata Bahlil.