Golkar Tunjuk Adies Kadir Gantikan Agus Gumiwang

| 27 Aug 2018 19:22
Golkar Tunjuk Adies Kadir Gantikan Agus Gumiwang
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. (Mery/era.id)
Jakarta, era.id - Partai Golkar menunjuk Adies Kadir menggantikan Agus Gumiwang untuk jabatan sekretaris Fraksi Partai Golkar di DPR. Sedangkan, keanggotaannya di DPR digantikan Agus Makmur.

"Sudah ada Pak Adies Kadir (sekretaris fraksi Partai Golkar), terus juga pengganti sebagai anggota DPR juga ada Agus Makmur, jadi kita sudah isi semua," kata Airlangga usai rapat pleno Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (27/8/2018).

Rapat pleno ini dilaksanakan untuk membahas stuktur kepengurusan DPP Partai Golkar. Di mana, Agus Gumiwang dilantik menjadi menteri sosial menggantikan Idrus Marham yang mundur karena jadi tersangka kasus korupsi proyek PLTU Riau-1. 

Sementara, untuk jabatan Idrus sebagai Ketua Bidang Kelembagaan DPP Partai Golkar, digantikan oleh Kahar Muzakir.

"Jadi Agus Gumiwang sekretaris fraksi diganti Adies Kadir, dan untuk di DPP diganti oleh Kahar (Muzakir)," sambungnya.

Dalam kesempatan ini juga, Airlangga Hartarto membantah tundingan terkait adanya sejumlah aliran dana suap proyek PLTU Riau-1 untuk Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar pada 2017. 

Airlangga mengaku telah memastikan langsung hal tersebut kepada Ketua Organizing Committee (OC) Munaslub Partai Golkar 2017, Agus Gumiwang Kartasasmita; dan Ketua Penyelenggara, Nurdin Halid mengenai tudingan aliran dana itu. Katanya, baik Agus Gumiwang maupun Nurdin Halid menyatakan tidak ada uang yang bersunber dari Proyek PLTU Riau-1.

"Terhadap dana Partai Golkar dari hasil informasi dan perbyataan ketua OC Pak Agus Gumiwang mengatakan tidak ada dan dari ketua panitia penyelenggara tidak ada dari bendahara Partai Golkar juga tidak ada," ucap Airlangga, saat ditemui, di Kantor DPP Partai Golkar, Anggrek Neli, Slipi, Jakarta Barat, Senin (27/8/2018).

Di sisi lain, Airlangga mengapresiasi, langkah mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham yang lebih memilih mengundurkan diri dari posisi Menteri Sosial (Mensos) sebelum ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1. Untuk jabatan ini, Agus Gumiwang menggantikan Idrus.    

Menurut Airlangga, Idrus memiliki jiwa ksatria. "Pak Idrus tentu kita hargai karena beliau secara ksatria mengundurka diri dari partai Golkar," tuturnya.

Sekedar informasi, sebelumnya pengacara Eni Saragih, Fadli Nasution mengatakan, ada aliran dana suap Proyek PLTU Riau-1 yang diberikan kliennya untuk membiayai Munaslub Partai Golkar 2017, di Bali. 

Dalam Munaslub Golkar 2017 itu, Eni ditugaskan menjadi bendahara penyelenggara. Eni adalah tersangka kasus penandatanganan kerja sama pembangunan PLTU Riau 1.

Hari ini, Setya Novanto diperiksa KPK untuk kasus tersebut. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo. Bekas ketua umum Partai Golkar itu mengakui dirinya mendengar ada aliran dana dari suap pembangunan PLTU itu masuk ke Partai Golkar. 

"Saya dengar begitu, ada yang bilang,” kata Novanto, Senin (27/8/2018).

Sebagai informasi, KPK telah menetapkan mantan Menteri Sosial Idrus Marham sebagai tersangka. Dalam kasus ini, Idrus diduga bersama dengan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih menerima hadiah atau janji dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) terkait kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau-1. Ketiga orang ini sudah menjadi tersangka dalam kasus tersebut.

Selain diduga mengetahui soal penerimaan uang, Idrus juga disebut berperan mendorong proses jual beli dalam proyek ini.

Mantan sekjen Partai Golkar ini diduga menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama dengan jatah Eni sebesar 1,5 juta dolar AS yang dijanjikan oleh Johannes sebagai pengusaha kalau dirinya berhasil memuluskan langkah Johannes dalam mendapatkan kontrak kerjasama pembangunan pembangkit listrik tersebut.

Karena dugaan tersebut, Idrus kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 56 ke-2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. 

Rekomendasi