"Senang sekali, saat ini saya sudah tidak ada beban lagi," kata Pollycarpus, didampingi istrinya Yosepha Hera I, saat mendatangi Balai Pemasyarakatan Kelas I Bandung Kalan Ibrahim Adjie Nomor 431 Kota Bandung, dilansir Antara, Rabu (29/8/2018).
Kedatangan Pollycarpus ke Balai Pemasyarakatan Kelas I Bandung untuk mengambil surat pengakhiran bimbingan sebagai surat yang menyatakannya bebas murni dari masa tahanan.
Mantan pilot ini mengatakan, setelah menjalani masa tahanannya di Lapas Sukamiskin Bandung, dirinya akan kembali memulai karir di dunia penerbangan.
"Saya kembali ke dunia penerbangan tempat saya di PT Gatari, kemudian ada rencana mau mengakuisisi perusahaan penerbangan juga ada rencana untuk mendatangkan helikopter yang ringan untuk keperluan seluruh Indonesia," kata dia.
"Saya di Jakarta kemudian di daerah-daerah juga survei. Saya di Gatari Asisten Direktur, di Pasifik Sakti saya Direktur Operasi," kata dia pula.
Dia mengatakan, banyak yang orang yang mengalami nasib sama seperti dia, saat berada dalam lembaga pemasyarakatan namun ia mengatakan apa yang sudah dijalaninya merupakan garis tangan yang harus dihadapinya.
"Kalau diamati, banyak yang mengalami seperti saya namun tidak terekspose saja. Di dalam penjara juga banyak orang yang mengalami nasib tidak semestinya. Ya sudah anggap close saja semuanya," ujar dia.
Di tempat berbeda, Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi bebasnya Pollycarpus Budihari Priyanto, terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib.
"Kalau sesuai aturan ya silakan, karena memang ada aturan bebas bersyarat tiap tahun," kata Wapres Jusuf Kalla di Balai Kartini Jakarta.
Pollycarpus telah mendapatkan pembebasan bersyarat pada 2014, sehingga mantan pilot maskapai Garuda Indonesia itu diwajibkan melakukan wajib lapor hingga hari ini, Rabu (29/8).
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada 12 Desember 2005, memvonis Pollycarpus 14 tahun penjara karena terbukti terlibat dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Munir.
Pollycarpus telah menjalani hukuman penjara selama delapan tahun, yang kemudian mendapatkan hak bebas bersyarat sesuai Surat Keputusan dari Menteri Hukum dan HAM pada 13 November 2014.
Munir tewas dalam perjalanan udara menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004 ketika aktivis HAM itu hendak melanjutkan studi pascasarjana ke Universitas Utrech. Munir tewas karena mengonsumsi makanan beracun arsenik yang disediakan di dalam pesawat Garuda Indonesia.