ERA.id - Cuitan Menko Polhukam Mahfud Md di Twitter pribadinya, memantik rasa kemarahan netizen. Ia dinilai tidak peka terhadap korban-korban yang dilumat pandemi Covid-19.
Bagaimana tidak, saat PPKM Darurat, Mahfud mengaku keasyikan menonton sinetron 'Ikatan Cinta'.
Tak cuma menonton saja, Mahfud mengomentari scene sinetron tersebut dalam perspektif hukum pidana. Ia juga bilang alur cerita sinetron tersebut berputar-putar.
"PPKM memberi kesempatan kepada saya nonton serial sinetron Ikatan Cinta. Asyik juga sih, meski agak muter-muter," tulis Mahfud.
"Tapi pemahaman hukum penulis cerita kurang pas. Sarah yang mengaku dan minta dihukum karena membunuh Roy langsung ditahan. Padahal pengakuan dalam hukum pidana itu bukan bukti yang kuat," begitu cuitan Mahfud.
Dalam cuitan selanjutnya, Mahfud Md menjelaskan soal mengapa pengakuan bukan merupakan bukti kuat dalam hukum pidana, karena pelaku sebenarnya bisa saja bukan orang yang mengaku membunuh.
"Pembunuh Roy adalah Elsa. Sarah, Ibu Elsa, mengaku sebagai pembunuhnya dan minta dihukum demi melindungi Elsa. Lah, dalam hukum pidana tak sembarang orang mengaku lalu ditahan. Kalau begitu, nanti banyak orang berbuat jahat lalu menyuruh (membayar) orang untuk mengaku sehingga pelaku yang sebenarnya bebas," tulis Mahfud.
Netizen pun mengomentari cuitan Mahfud ini. Ia pun mengingat kasus Munir Said Thalib, yang dibunuh di atas pesawat menuju Belanda, memakai racun arsenik.
"Apakah hal itu mirip terjadi dalam kasus pembunuhan Munir? Ada org berbuat jahat lalu menyuruh (membayar) org utk mengaku shg pelaku yg sebenarnya bebas," tulis akun @sandalista1789.
Untuk diketahui, pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir.
Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik dalam makanan Munir karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut.
Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan, Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut.
Selain itu, Presiden SBY juga membentuk tim investigasi independen, tetapi hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.
Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Purwoprandjono, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir.
Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya. Namun, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa.