"Kami mengusulkan perdagangan dengan menggunakan mata uang kita daripada dolar AS," kata Erdogan dalam Pertemuan Puncak Ke-6 Dewan Turki di Pusat Kebudayaan Rukh Orod di Kyrgizstan, seperti dikutip Antara, Selasa (4/9/2018).
Selain itu, Presiden Turki tersebut mengatakan Ankara dan negara sahabatnya tak boleh menunda upaya memerangi organisasi teror fetullah (FETO).
FETO dan pemimpinnya, yang berpusat di Amerika Serikat, Fetullah Gulen, mendalangi upaya kudeta yang gagal pada 15 Juli 2016, yang membuat 251 orang gugur dan hampir 2.200 orang lagi cedera.
Ankara juga menuduh FETO berada di belakang aksi lama untuk menggulingkan pemerintah melalui penyusupan ke berbagai lembaga Turki, terutama militer, polisi, dan lembaga kehakiman.
Erdogan menambahkan, organisasi teror itu telah membentuk satu susunan organisasi dengan mendirikan lembaga pendidikan di seluruh dunia serta di Turki.
Baca Juga : Wall Street Ikut Terseret Di Tengah Krisis Turki
Pertemuan puncak tersebut digelar di Pusat Kebudayaan Rukh Ordo dan tuanrumahi oleh Presiden Kyrgyzstan Sooronbay Jeenbekov. Selain presiden Turki, Azerbaiyan, Kazakhstan, dan Uzbekistan, perdana menteri Hongaria juga menghadiri pertemuan itu sebagai pengamat.
Krisis Ekonomi Turki
Krisis moneter yang terjadi di Turki dikhawatirkan berdampak buruk terhadap capaian realisasi investasi di Indonesia pada semester kedua 2018 menyusul gejolak mata uang di negara-negara berkembang selama triwulan kedua.
"Kami prihatin ini membawa dampak untuk prospek bagi investasi di triwulan ketiga dan keempat tahun ini," kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong, seperti dilansir Antara, Selasa (14/8).
Realisasi investasi di sepanjang semester I-2018 mencapai Rp 361,6 triliun. Angka itu tumbuh 7,4 persen dibanding realisasi investasi di semester I-2017 sebesar Rp 336,7 triliun. Namun pertumbuhannya mengalami perlambatan, sebab di semester I-2017 tumbuh 12,9 persen.
Baca Juga : Prabowo: Utang Indonesia 1 Triliun Per Hari
Sementara realisasi penanaman modal di triwulan II-2018 (April-Juni) sebesar Rp176,3 triliun. Angka itu turun dibanding realisasi investasi triwulan I-2018 (Januari-Maret) sebesar Rp185,3 triliun.
Menurut Thomas, pengaruh krisis moneter di Turki yang mengakibatkan depresiasi rupiah terjadi melalui pasar uang dan pasar modal. Tak hanya itu faktor eksternal juga cukup mempengaruhi psikologis investor asing.
"Capital outflow (penarikan modal) itu mekanisme yang terjadi di negara berkembang seperti Argentina dan Turki, serta berdampak kepada negara berkembang lainnya seperti India, Indonesia, dan Filipina," katanya.