Menyoal 'Teori' Kisruh Suporter Ala Edy Rahmayadi

| 28 Sep 2018 16:18
Menyoal 'Teori' Kisruh Suporter Ala Edy Rahmayadi
Edy Rahmayadi (Sumber: Instagram/@edy_rahmayadi)
Jakarta, era.id - Edy Rahmayadi terus jadi sorotan publik. Setelah diolok-olok karena mengakhiri wawancara sepihak dengan Kompas TV dalam sebuah program live, Edy yang belakangan identik dengan kalimat: apa urusan kalian itu, kembali di-bully netizen atas pernyataan yang ia sampaikan soal penyebab permusuhan berkepanjangan para suporter sepak bola Indonesia. Rata-rata netizen merasa gagal paham dengan penjelasan Edy.

Jadi, dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) beberapa hari lalu, Edy menuturkan pendapatnya soal penyebab kenapa suporter-suporter di Indonesia ini saling bermusuhan. Intinya, Edy memaparkan sebuah data yang berisi perbandingan jumlah pemain bola dengan jumlah penduduk di negara-negara dunia. Edy bilang, jumlah pemain bola di Indonesia ada sekitar 76 ribu, sementara jumlah penduduknya sekitar 250 juta. Nah, menurut Edy, itulah yang jadi penyebab kenapa suporter-suporter di Indonesia terus berkelahi.

"76.250 (jumlah pemain bola Indonesia). Saya bawa data ini, nanti saya kasihkan data ini. Spanyol itu 22 ribu ...," tutur Edy sebelum kemudian terhenti dan membolak-balik kertas datanya hingga sekitar hampir satu menit.

"Spanyol, pemain bolanya yang tercatat ke FIFA 4.100.000, penduduknya 46.800.000. Belanda, 1.200.000, penduduknya 46.800.000 ... Indonesia, pemain bolanya 76.000, penduduknya 250 juta. Inilah yang salah satu yang mengakibatkan suporter berkelahi. Jangan dulu pandang yang lain, salah satunya itu," lanjut Edy.

Paham enggak? Kalau enggak, sama! Kami juga gagal paham. Bukan apa-apa, selain memang enggak menemukan logika masuk akal dari pernyataan itu, toh Edy juga enggak menjelaskan lebih lanjut maksud dari pernyataannya. Sebenarnya kami yakin, pasti ada maksud dari penjelasan Edy, soal bagaimana perbandingan jumlah penduduk dan pemain bola di sebuah negara memengaruhi frekuensi perkelahian antarsuporter di negara tersebut. Makanya, supaya enggak menafsir sendirian, kami kemarin mengajak kamu para followers Instagram @eradotid untuk membantu menjelaskan, kira-kira apa maksud penjelasan Edy ini?

Sampai 14.00 WIB siang ini Jumat (28/9/2018), fitur Ask Me Question yang kami lempar tadi malam berhasil menjaring 13 followers kami untuk berkolaborasi dalam artikel ini. Jawabannya macam-macam, dari yang serius sampai yang paling 'nyampah'. Terimakasih, friends. Ternyata, selain asyik diajak bercanda, kamu semua asyik juga buat diajak berpikir.

Tapi, demi kebaikan kita semua, kami enggak akan menyebut identitas akun-akun media sosial para kolaborator yang budiman nan asyik ini. Kolaborator pertama artikel ini membantu kami menjelaskan keadaan ini. Kata dia, Edy Rahmayadi perlu belajar mata kuliah logika lagi sama Profesor Alex Lanur. Ngeri betul follower kita yang satu ini. Setelahnya, akun kolaborator kedua juga menyampaikan pendapat. Dia bilang, mungkin Edy berusaha menjelaskan bahwa rakyat Indonesia pada dasarnya memang suka berkelahi. Hmm, kalau yang ini sih kami agak ragu. Masyarakat Indonesia yang mana dulu, nih?! Kami di era.id sih yang jelas adalah orang-orang Indonesia yang cinta damai.

Nah, penjelasan lain yang terdengar senada dituturkan kolaborator lain. Seorang kolaborator mengatakan, barangkali maksud Edy adalah memperbanyak jumlah klub sepak bola agar semua orang jadi pemain sepak bola. Kolaborator selanjutnya juga menuturkan substansi seirama, bahwa maksud Edy adalah dengan menambah jumlah pemain bola, artinya jumlah penonton akan berkurang dan otomatis mengurangi jumlah kerusuhan. Kolaborator lain mencoba menjelaskan dengan penuturan yang lebih jelas. Katanya, maksud Edy adalah di Indonesia ini ada 3.289 --merujuk pada selisih angka jumlah pemain bola dan penduduk Indonesia-- orang yang berebut jadi pemain bola, makanya berkelahi.

Ya, mau ditafsirkan bagaimanapun, pernyataan Edy kayaknya tetap enggak masuk akal, ya. Memang, barangkali cuma ada tiga orang yang paham soal maksud Edy: Ketua PSSI, Gubernur Sumatera Utara, dan Ketua Dewan Pembina klub PSMS Medan.

 

 

 

 

 

View this post on Instagram

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sepak bola rusak karena Pak Edy rangkap jabatan? Pikir dulu! .??? ? Edy Rahmayadi ini kan sosok istimewa. Lihat saja tiga jabatan penting yang sekarang doi duduki. Selain Edy, mana ada manusia yang bisa jadi raja di tiga organisasi sekaligus?! ??? ? Lagipula, kalau rangkap jabatan Edy adalah penyebab buruknya prestasi timnas, harusnya semua pemain timnas disalahkan. Wong mereka semua rangkap jabatan kok, sebagai pemain timnas sekaligus sebagai pemain di masing-masing klub yang mereka bela. Edy Rahmayadi pun terbukti tangguh. Ia begitu teguh, enggak mampu dipatahkan oleh apapun. Demonstrasi, peraturan perundangan, sampai fungsi pers pun enggak mempan untuk goyang keteguhannya. ??? ? Jadi, apa urusan kalian baca-baca caption ini?! Mending langsung cek narasi lengkapnya di link bio! ??? ? #edyrahmayadi #pssi #gubernur #sumaterautara #gubernursumut #psms #bolaindonesia #bolanusantara #SiapPakEdy #recehkaninstagram #meme

A post shared by era.id (@eradotid) on

Logika Edy dalam kisruh pemilu

Eh, tapi sejatinya ada hikmah yang bisa diambil dari pernyataan Edy yang membingungkan ini. Untuk melihat kekisruhan pemilu di Indonesia, misalnya. Ya, jika jumlah penduduk yang terlalu banyak adalah penyebab kekisruhan di dalam dunia sepak bola, barangkali itu juga yang bikin dunia politik selalu panas. Bayangkan, dalam setiap pemilu, rata-rata jumlah pesertanya kan jauh di bawah jumlah penduduk Indonesia.

Dalam pemilu legislatif (pileg) mendatang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat total partai politik (parpol) peserta pemilu sebanyak 20 parpol, dengan rincian 16 parpol nasional dan empat parpol lokal di Aceh. Jumlah ini meningkat ketimbang Pemilu 2014 lalu, di mana terdapat 12 parpol nasional dan tiga parpol lokal. Terkait jumlah bakal calon legislatif (bacaleg) dari parpol nasional Pemilu 2019, KPU mencatat ada 8.370 orang yang terdaftar sebagai bacaleg. Masih jauh dari angka 250 juta penduduk Indonesia, ya?

Jika teori Edy soal perbandingan jumlah penduduk itu benar, barangkali kita harus mulai menjaga hati dan kepala jelang pemilihan presiden (pilpres) mendatang. Bukan apa-apa, jika angka pemain sepak bola yang jauh di bawah penduduk Indonesia saja menyebabkan kekisruhan dalam dunia sepak bola, bagaimana dengan Pilpres 2019 yang pesertanya cuma empat orang?

Memang, potensi dari perang menyebalkan anak-anak bangsa soal politik mulai terlihat. Kamu ingat enggak aksi deklarasi gerakan #2019GantiPresiden pada Agustus lalu? Aksi yang dilakukan oleh kubu oposisi pemerintah yang biasa disebut kelompok kampret itu berakhir benturan dengan kubu pendukung pemerintah yang biasa disebut cebong.

Benturan bermula dari rencana kelompok kampret mendeklarasikan gerakan #2019GantiPresiden. Rencana tersebut ditentang cebongers yang menilai rencana deklarasi tersebut menyalahi aturan. Menurut kelompok cebong, deklarasi itu enggak sesuai dengan aturan waktu kampanye yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di sisi lain, demonstran menyebut aksi mereka dijamin Undang-Undang (UU) karena murni dilakukan untuk menyuarakan pendapat.

Meski begitu, KPU sudah ambil langkah untuk meredam keadaan. Sebagai langkah antisipasi, KPU telah menyeret para capres dan cawapres Pemilu 2019 ke acara deklarasi kampanye damai di Monumen Nasional (Monas) pada Minggu (23/9). Nah, mudah-mudahan langkah KPU ini bisa dipatuhi oleh seluruh peserta, termasuk para pendukungnya. Dan teori Edy soal perbandingan jumlah penduduk ini bisa betul-betul terpatahkan.

Rekomendasi