Pengamat Nilai Rencana Nakes Mogok Kerja Tidak Relevan Usai UU Kesehatan Sah, Ini Alasannya..

| 14 Jul 2023 08:05
Pengamat Nilai Rencana Nakes Mogok Kerja Tidak Relevan Usai UU Kesehatan Sah, Ini Alasannya..
Ilustrasi - Pengunjuk rasa dari tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi di depan gedung MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). (Foto: Antara)

ERA.id - Pengamat kebijakan kesehatan sekaligus Ketua Umum Terpilih PP Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan rencana tenaga kesehatan (nakes) mogok kerja usai pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-Undang (UU) Kesehatan tidak relevan.

"Secara mekanisme politik sudah terlewati, jadi kalau kita mogoknya sekarang ini sebagai tenaga kesehatan, rasanya tidak relevan," kata Hermawan saat dihubungi ANTARA, Kamis (13/7/2023).

Menurut Hermawan, mogok kerja tidak dapat menjadi solusi, justru malah akan berdampak serius terhadap masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan.

"Kalau nakes bisa sampai mogok kerja, tentu ini tidak berimbas ke mana-mana, karena secara politik ini sudah ditetapkan sebagai UU. Tetapi, akan berdampak serius kepada masyarakat," ujarnya.

Untuk itu, Hermawan mengatakan bahwa sebelum disahkan menjadi UU, seharusnya ada advokasi yang kuat untuk memperjuangkan hak-hak kesehatan. Ia pun mengatakan bahwa saat ini, alih-alih mogok kerja, proses judicial review atas Undang-Undang Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi adalah cara yang paling tepat dilakukan.

"Setelah diundangkan kan ada proses judicial review, atau digugat ke MK, dan lainnya. Langkah ini yang secara cerdas akan menuntun kita kepada proses berdemokrasi dan mengadvokasi secara bijaksana," tutur Hermawan. Ia pun berpesan agar tenaga kesehatan tidak sekadar memiliki kompetensi layanan kesehatan, namun juga kompetensi advokasi dan kebijakan kesehatan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama. Ia mengatakan bahwa jika RUU sudah disahkan menjadi UU, maka hanya ada dua kemungkinan, yakni melaksanakannya dengan pengawalan yang baik atau membawanya ke Mahkamah Konstitusi.

"Sesuai aturan yang ada, maka tentu kalau ada yang ingin men-challenge pasal-pasal dalam UU, maka dapat mengajukan ke Mahkamah Konstitusi," katanya.

Sebagai informasi, sebelumnya pada Selasa (11/7), Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah sempat mengatakan pihaknya telah melakukan rapat nasional. Hasilnya, mogok kerja menjadi salah satu opsi yang akan dilakukan jika RUU Kesehatan disahkan menjadi UU.

PPNI pun akan berkoordinasi dengan organisasi profesi kesehatan lainnya, yakni Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).

Namun pada Rabu (12/7), Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi mengatakan bahwa pada akhirnya, pihaknya dan organisasi-organisasi tersebut tidak jadi mengambil opsi mogok kerja dan kini tengah mempersiapkan judicial review atas UU Kesehatan.

Rekomendasi