Ketika Tersangka Senyam-senyum dan Saksi Malah Kocar-kacir

| 17 Oct 2018 16:59
Ketika Tersangka <i>Senyam-senyum</i> dan Saksi Malah Kocar-kacir
Senyum tersangka suap Meikarta, Billy Sindoro (FOTO: Tsa Tsia/era.id)
Jakarta, era.id - Wajah hukum Indonesia kembali menunjukkan keunikannya. Di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Billy Sindoro yang jadi tersangka suap menunjukkan senyum ke mata kamera, sedang di Polda Metro Jaya, saksi kasus hoaks Ratna Sarumpaet, Nanik S Deyang kocar-kacir menghindari ekspose media.

Kemarin, Billy yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta. Billy yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka suap perizinan proyek properti Meikarta di Kabupaten Bekasi terpantau tiba di Gedung KPK pada Senin (15/10) malam. Kemudian, Selasa sore (16/10) usai pemeriksaan, KPK resmi menahan Billy.

Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Billy akan ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Mapolda Metro Jaya. Saat keluar dari Gedung KPK pada pukul 15.08 WIB, Billy yang mengenakan rompi oranye kebesaran para koruptor, sempat melemparkan senyum kepada wartawan yang telah menunggunya. Sayang, senyum jadi satu-satunya hal yang disampaikan Billy, sebab tak satu kata pun keluar dari mulutnya.

Hal berbeda didapati para wartawan yang berada di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya, Jakarta, beberapa jam setelah Billy mempertontonkan senyumnya di Gedung KPK. Jika di Gedung KPK, Billy yang merupakan tersangka suap senyam-senyum kepada wartawan, di Polda Metro Jaya, Nanik yang merupakan saksi dari kasus hoaks Ratna Sarumpaet malah kocar-kacir menghindari ekspos media.

Menurut laporan yang ditulis Kompas, Selasa (16/10), Nanik yang merupakan Wakil Ketua Tim Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno keluar dari Gedung Direskrimum Polda Metro Jaya pada Rabu dini hari (17/10) pukul 01.30 WIB, usai menjalani pemeriksaan selama hampir 13 jam. 

Cara Nanik menghindari ekspos media cukup menarik. Saat akan keluar dari gedung pemeriksaan, Nanik membiarkan rombongan yang berisi kerabat dan sejumlah kuasa hukumnya berjalan lebih dulu. Setelah itu, Nanik menyelinap di antara rombongan dan lari meninggalkan rombongan beserta awak media yang telah berhadapan dengan rombongan kerabat dan kuasa hukum Nanik.

Sampai di tangga keluar yang menuju ke area parkir, Nanik bahkan terlihat hampir terjatuh. Aksi Nanik menghindari media belum selesai. Di dalam mobil, Nanik kembali menghindari ekspos media dengan mengambil posisi membelakangi kaca depan mobil dan menyembunyikan wajahnya.

Koruptor murah senyum

Billy bukan satu-satunya koruptor yang menunjukkan sikap seperti ini. Bupati Purbalingga, Tasdi juga sempat mempertontonkan kepercayaan diri khas koruptor. Saat itu, Rabu, 5 Juni 2018, Tasdi digelandang ke Gedung KPK usai terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT). Tak cuma senyum, Tasdi bahkan mengacungkan salam metal yang melambangkan slogan Menang Total (Metal) yang diusung partainya, PDI Perjuangan (PDIP) dalam kontestasi Pemilu 2019.

Sebelum Tasdi, sikap serupa juga dipertontonkan oleh tersangka korupsi KTP elektronik, Setya Novanto. Dalam berbagai kesempatan, Novanto kerap terlihat melambaikan tangan dan tersenyum pada awak media. Selain itu, krisis moral pejabat negara juga ditunjukkan mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. Seperti Novanto, Rita saat itu terlihat menunjukkan sikap percaya diri tingkat dewa. Bahkan, Rita enggak segan membela diri, menyangkal segala tuduhan korupsi terhadapnya.

Yang masih segar dalam ingatan barangakali adalah sikap serupa yang dipertontonkan para tersangka korupsi massal suap terkait pembahasan APBD di lingkup Pemerintah Kota Malang. Dalam kasus yang menyeret 43 orang pejabat pemerintah itu, para tersangka terlihat kerap melambaikan tangan dan melempar senyum pada mata kamera, hampir terlihat seperti kontingen atlet yang mengharumkan nama negara dalam ajang Asian Games 2018 tempo hari.

Kok bisa?

Soal itu, psikolog politik, Hamdi Muluk menyebut sikap khas para koruptor itu sebagai reaksi dari etika publik yang enggak terbentuk dengan baik di dalam diri para koruptor. Etika politik yang dimaksud Hamdi adalah rasa malu dan bersalah di dalam diri koruptor ketika mereka melakukan kesalahan kepada masyarakat. Padahal, korupsi jelas adalah pengkhianatan terhadap masyarakat.

"Kalau etika (publik) tinggi, itu ada dua perasaan yang ditimbulkan. Satu (perasaan) malu, dua (merasa) bersalah karena mengkhianati kepercayaan publik," kata Hamdi sebagaimana ditulis Kompas pada Sabtu, 8 September 2018.

Menurut Hamdi, sikap tersebut bisa dimaknai bahwa para koruptor itu memang enggak merasa bersalah. Sebab, secara psikologis, manusia cenderung diam, menunduk, atau menutupi wajah saat merasa bersalah. Dan bukan cuma enggak merasa bersalah, para koruptor, menurut Hamdi juga pantas disebut enggak tahu malu.

"Kalau cengar-cengir semakin tidak ada rasa malu tersebut," kata Hamdi.

Lebih lanjut, Hamdi menjelaskan, ada lho sejumlah hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk menghukum para koruptor lewat sanksi sosial. Dan kata Hamdi, hal tersebut penting lho untuk mengubah perilaku koruptor yang cenderung enggak tahu malu itu.

"Jangan dielu-elukan, kalau perlu kita kucilkan," tutur Hamdi.

Rekomendasi