Setibanya di lokasi, Hasto langsung bergerak menuju pendopo dimana makam pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya ini dikebumikan. Hasto tak sendirian, ia ditemani Dewi Soeharto yang merupakan anak dari Soeharto, dokter pribadi Proklamator Soekarno.
Tak hanya Dewi Soeharto, pria yang kini menjabat sebagai Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf itu juga ditemani oleh sejumlah anggota DPRD Jawa Timur dari Fraksi PDI Perjuangan.
Usai memanjatkan doa, Hasto sempat menaburkan bunga di atas makam pahlawan nasional itu. Menurut Hasto, ziarah ini menjadi penting dalam konteks berpolitik sekaligus untuk mempelajari keteladanan tokoh pahlawan. Termasuk, untuk mengingat jati diri berdemokrasi yang perjuangannya itu kerap dilupakan.
"Konteksnya banyak, karena ambisi kekuasaan orang lupa kita bisa seperti ini termasuk menjalankan demokrasi dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat," ujar Hasto kepada wartawan di makam Wage Rudolf Supratman, Jalan Kenjeran, Tambaksari, Surabaya, Sabtu (27/10/2018).
Hasto bilang, semangat perjuangan para pahlawan harus dicontoh. Ia juga menyindir, harusnya semangat perjuangan tidak hanya ditunjukan secara fisik seperti paslon nomor urut 02 yang sempat menyamakan Ratna Sarumpaet sebagai sosok Cut Nyak Dien atau menyandingkan tokoh proklamator Bung Hatta dengan Sandiaga Uno.
"Sosok muda yang penuh prestasi W.R. Supratman untuk mengingatkan seluruh para politisi agar keteladanan para pahlawan untuk bersama-sama mengukir prestasi bagi bangsa dan negara dengan berbagai cara. Termasuk cara kebudayaan ini harus kita ikuti bersama," tegas Hasto.
Ia menyebut, ziarah ini secara kebetulan dilaksanakan karena obrolan dirinya dengan Dewi. Hal ini kemudian menimbulkan keinginan dirinya untuk menyempatkan sowan ke makam Wage Rudolf Supratman. Apalagi, ia juga menyebut W.R. Supratman tak tahu kalau lagu ciptaannya itu jadi lagu kebangsaan.
"Kemudian beliau wafat, ini juga sangat ajaib tanggal 17 Agustus 1983 dimana kemudian lagu yang diciptakan oleh W.R. Supratman tersebut menjadi lagu kebangsaan Indonesia Raya. Beliau wafat ketika saat itu, lagu Indonesia Raya belum ditetapkan sebagai lagu kebangsaan," jelas Hasto.
"Karena itulah sosoknya yang sangat sangat sederhana dan berjuang dengan berkebudayaan, berjuang dengan biolanya yang merupakan pengakuan dokter Soeharto, merupakan biola butut tapi ditampilkan dengan penuh semangat menggugah dan memberikan energi bagi kemerdekaan Indonesia Raya," tutupnya.