Menteri ESDM Disebut di Sidang Eni Saragih

| 23 Jan 2019 15:58
Menteri ESDM Disebut di Sidang Eni Saragih
Anggota DPR RI Eni Maulani Saragih (Wardhany/era.id)
Jakarta, era.id - Nama Menteri ESDM Ignasius Jonan disebut-sebut dalam sidang terdakwa kasus suap PLTU-Riau 1, Eni Maulani Saragih. 

Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI itu mengklaim menerima uang senilai 10 ribu dolar Singapura dari Jonan.  Uang itu diterimanya melalui staf Jonan, Hadi Mustofa Juraid. 

"Saya sedang rapat, sedang memimpin rapat di DPR, begitu selesai rapat, stafnya Pak Jonan mengatakan, 'Ini dari Pak Jonan, ini untuk kegiatan dapil (daerah pemilihan), ya, sudah saya terima saja, saya simpan," kata Eni dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta (22/1) seperti dikutip Antara.

Terkait pemberian itu, Eni mengaku tidak tahu menahu mengapa staf Jonan memberikan uang tersebut. 

"Saya tidak tahu terkait dengan apa, saya tidak pernah minta. Akan tetapi, karena saat itu sedang 'riweh' jadi saya terima saja saat itu," kilahnya. 

Dalam perkara ini, Eni didakwa menerima suap senilai Rp4,75 miliar dari pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo. Uang itu diberikan agar Eni memuluskan jalan Kotjo untuk mendapatkan proyek PLTU Riau-1. 

Rencananya, proyek tersebut akan dikerjakan oleh konsorsium yang terdiri dari Blackgold Natural Resources, PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi, dan China Huadian Engineering Compant Ltd. 

Selain itu, Eni juga didakwa atas kasus gratifikasi sejumlah Rp5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura (sekitar Rp410 juta) dari pengusaha yang bergerak di bidang energi dan tambang. 

Beberapa pengusaha yang memberikan gratifikasi itu diantaranya Direktur PT Smelting Prihado Santoso (Rp 250 juta); Direktur PT One Connect Indonesia Herwin Tanuwidjaja (Rp 100 juta & 40 ribu dolar Singapura); Pemilik PT Borneo Lumbung Energi Samin Tan (Rp 5 miliar); dan Presdir PT Isargas (250 juta).

Menurut jaksa, sebagian uang yang ia terima diduga digunakan Eni untuk mendanai kegiatan partai. 

Dari dakwaan itu Eni diganjar dengan Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sementara dari kasus gratifikasinya, Eni melanggar Pasal 12 C Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rekomendasi