Dari 293 kasus, 92 kasus prostitusi, 78 kasus ekploitasi seks komersial anak (ESKA), 83 kasus eksploitasi pekerja anak, 40 kasus trafficking, 49 kasus perllindungan anak lainnya, dan 49 kasus kelalaian orangtua dan lingkungan.
Belum lama ini, kepolisian berhasil membongkar modus baru trafficking dan eksploitasi anak, yang dilakukan warga negara asing terhadap dua orang anak CH (11) dan J (12). Keduanya merupakan anak jalanan yang setiap hari berjualan tisu di bilangan Blok M, Jakarta Selatan.
Dalam kasus tersebut, Polres Metro Jakarta Selatan berhasil meringkus empat orang tersangka, tiga di antaranya merupakan muncikari warga negara Indonesia, dan satu orang WNA pelaku pedofilia asal Jepang.
Menurut laporan KPAI, kasus trafficking yang menyasar anak jalanan ini merupakan modus baru kejahatan anak. Ironinya, pada kasus CH dan J, salah seorang muncikari masih dalam kategori remaja yakni berusia 17 tahun.
Menurut pengakuan korban, kejadian ini bukan yang pertama kalinya. Sebelumnya, korban mengaku sudah masuk lima tempat berbeda. Bahkan, di salah satu tempat korban hanya duduk saja lalu diberi uang.
"Mereka mau diajak karena butuh uang jajan, untuk nonton bioskop, main ke warnet dan beli baju baru. Artinya mereka mau karena sudah pernah lima kali," kata Komisioner KPAI, Susianah Affandy di Polres Jakarta Selatan, Rabu (3/1/2018).
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan KPAI, kuat dugaan korban berjumlah lebih dari lima orang. Umumnya korban berlatar belakang putus sekolah dan tanpa pengawasan orang tua, yang akhirnya bergabung dengan komunitas ini lewat jejaring sosial.
KPAI juga masih mendalami dugaan kamuflase yang berkedok jualan tisu untuk menyembunyikan modus trafficking. Selain itu, modus lainnya adalah dengan menjaring korban lewat Facebook. Kemudian korban dijanjikan sejumlah uang, dengan cara memuaskan nafsu bejat lelaki 'hidung belang'.
Untuk memuluskan rencananya, para predator anak ini rela meroggoh kocek Rp1,4 juta, Rp200 ribu diberikan kepada korban, dan sisanya diambil sang mucikari.
Selanjutnya KPAI akan memastikan perlindungan dan pemenuhan hak dari korban, dengan menempatkan mereka di rumah aman yang saat ini sedang dalam proses persetujuan Dinas Sosial (Dinsos) Jakarta Selatan. KPAI berharap pemerintah bisa mewujudkan Indonesia bebas anak jalanan yang ditergetkan tahun 2017.
Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, tersangka diganjar undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTTPO) dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun, serta UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun.