Pernyataan ini dikeluarkan lembaga antirasuah menyusul penganiayaan terhadap dua penyidik mereka di Hotel Borobudur, Jakarta pada Minggu (3/2) dini hari lalu. Belum diketahui secara pasti siapa pelaku penganiayaan tersebut meski Pemerintah Provinsi Papua disebut-sebut sedang menggelar rapat di tempat itu.
"Tentu KPK belum dapat menyampaikan secara spesifik kasus apa sebagaimana yang ditanyakan pada kami beberapa waktu kemarin. Jika sudah masuk tahapan Penyidikan dan memungkinkan disampaikan pada publik, akan kami informasikan sebagai hak publik untuk tahu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (6/3/2019).
Meski sedang mencermati adanya dugaan korupsi, tapi kata mantan aktivis antikorupsi itu, KPK tetap mendukung sejumlah pembangunan yang ada di Papua.
"Upaya KPK melakukan pencegahan di sejumlah daerah ini kami lakukan secara serius dalam kerangka mendukung pembangunan di Papua dengan cara mencegah korupsi di berbagai sektor," jelas dia.
KPK Yakin Polri Usut Kasus Penganiayaan
Terkait penganiayaan terhadap penyidiknya, KPK yakin Polri dapat menuntaskan kasus tersebut dan menemukan siapa pelaku penganiayaan yang menyebabkan penyidik KPK itu kini harus dirawat beberapa hari di rumah sakit.
Selain itu, Febri juga angkat bicara soal adanya pelaporan pencemaran nama baik yang dilakukan Pemerintah Provinsi Papua. Kata dia, tak ada masalah soal pelaporan tersebut. Sebab, siapa pun dapat melaporkan hal yang dianggap benar, namun secara hukum dapat ditentukan mana yang benar dan mana yang salah.
Secara tegas, Febri mengatakan, KPK akan melakukan pendampingan hukum terhadap dua penyidiknya itu. Apalagi, saat penganiayaan terjadi, kedua penyidik itu tengah melakukan tugas sebagai aparat penegak hukum.
"KPK memastikan akan memberikan dukungan penuh, termasuk pendampingan hukum terhadap Pegawai KPK yang diserang saat menjalankan tugasnya. Karena yang bersangkutan melakukan beberapa kegiatan berdasarkan penugasan resmi KPK," kata Febri.
Tak hanya memberikan pendampingan hukum, KPK juga mengaku heran soal pelaporan tersebut. Sebab, menurut mereka laporan itu masuk ke dalam delik aduan bukan malah menjadikan Pemprov Papua sebagai korban.
"Apakah institusi negara atau daerah dapat menjadi korban dalam artian penerapan pasal pencemaran nama baik seperti yang diatur di UU ITE atau KUHP? Bukankah aturan tersebut merupakan delik aduan? Banyak pertanyaan hukum lain yang merupakan kejanggalan yang akan kami bahas lebih lanjut," tutupnya.