Menyoal Rendahnya Honor KPPS dan Beratnya Beban Kerja

| 25 Apr 2019 14:10
Menyoal Rendahnya Honor KPPS dan Beratnya Beban Kerja
Kantor KPU (Foto: Diah/era.id)
Jakarta, era.id - Banyak masyarakat yang mengeluhkan besaran gaji Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang dinilai rendah. Keluhan tersebut mereka curahkan di berbagai akun media sosialnya. 

Rendahnya honor petugas penyelenggara juga dinilai tidak sebanding dengan beban kerja penyelenggaraan lima jenis pemilihan, mulai dari presiden-wakil presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, serta DPRD Kabupaten/Kota. Banyak tempat pemungutan suara (TPS) yang baru selesai melakukan perhitungan suara hingga esok paginya. 

Lalu, apakah honor petugas sebanding dengan beban kerja mereka? Komisioner KPU Ilham Saputra tidak menyatakan honor itu sesuai atau tidak. Tapi, ia bilang KPU pasti akan mengevaluasi lagi besaran upah dari petugas KPPS. 

"Tentu saja perlu kami evaluasi. Kami pertimbangkan kembali, dalam pemilu berikutnya harus ada honor yang layak bagi penyelenggara pemilu di tingkat bawah," kata Ilham di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, (25/4/2019).

Padahal, Ilham bilang, dari anggaran Pemilu 2019 yang totalnya sekitar Rp25 triliun itu, sebagian besar dialokasikan untuk pembentukan, honor, dan belanja barang petugas penyelenggara pemilu. 

"Salah satu faktor yang membuat anggaran pemilu besar itu adalah honor untuk penyelenggara. Kami sebenarnya berusaha maksimal untuk menaikannya, tapi kan anggarannya juga terbatas," kata dia. 

Supaya kamu tahu, berdasarkan data yang kami himpun dari Sekjen KPU Arif Rahman Hakim, penyelenggara pemilu ad hoc terdiri dari tiga kelompok, yakni Panitia Pemungutan Suara Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Ketiga kelompok penyelenggara ini diatur dalam Pasal 51 hingga Pasal 72 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

PPK dibentuk untuk menyelenggarakan pemilu di tingkat kecamatan. Setiap kecamatan memiliki tiga anggota PPK. Sementara PPS dibentuk untuk menyelenggarakan pemilu di tingkat kelurahan/desa. Setiap kelurahan/desa memiliki tiga anggota PPS. 

PPK dan PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lama 6 bulan sebelum penyelenggaraan pemilu dan dibubarkan paling lambat 2 bulan setelah pemungutan suara. Sementara KPPS diangkat dan diberhentikan oleh PPS atas nama ketua KPU Kabupaten/Kota. Jumlah anggota KPPS sebanyak 7 orang yang berasal dari anggota masyarakat sekitar TPS. KPPS inilah yang menyelenggarakan pemilu di tingkat TPS.

Jumlah personel PPK seluruh Indonesia sebanyak 36.005 orang dan jumlah personel PPS sebanyak 250.212 orang. Sementara itu, jumlah personel KPPS di seluruh Indonesia sebanyak 7.385.500 orang. 

Berikut ini rincian besaran honorarium berdasarkan Surat Kementerian Keuangan No S-118/MK.02/2016 19 Februari 2016 :

1. PPK:

a. Ketua: Rp. 1.850.000/orang/bulan

b. Anggota: Rp. 1.600.000/orang/bulan

c. Sekretaris: Rp. 1.300.000/orang/bulan

d. Pelaksana/Staff Admin/teknis: Rp. 850.000/org/bulan

2. PPS:

a. Ketua: Rp. 900.000/orang/bulan

b. Anggota: Rp. 850.000/orang/bulan

c. Sekretaris: Rp. 800.000/orang/bulan

d. Pelaksana/Staff Admin/teknis: Rp. 750.000/orang/bulan

3. KPPS:

a. Ketua: Rp. 550.000/orang/bulan

b. Anggota : Rp. 500.000/orang/bulan

c. LINMAS : Rp. 400.000/orang/bulan

Alokasi anggaran yang tersedia untuk Pembentukan (PAW), Honorarium dan belanja barang bagi Badan Penyelenggara Pemilu Adhoc PPK, PPS dan KPPS Dalam Negeri Rp10.047.105.276.000

 

Rekomendasi