Rapat Paripurna DPR Diwarnai Interupsi Kerusuhan 22 Mei

| 11 Jun 2019 18:27
Rapat Paripurna DPR Diwarnai Interupsi Kerusuhan 22 Mei
Rapat paripurna DPR (Mery/era.id)
Jakarta, era.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat paripurna untuk membahas Tanggapan Pemerintah Terhadap Pandangan Fraksi-Fraksi atas Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) RAPBN Tahun 2020.

Namun, dalam rapat itu diwarnai berbagai interupsi dari angota fraksi-fraksi terkait pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Kerusuhan 22 Mei.

“Kami usul bentuk pansus kerusuhan 22 mei, Anggota keluarga mengalami kebuntuan proses hukum serta mereka yang mengalami akses hukum dan informasi,” kata Anggota Fraksi PKS, Aboe Bakar Al-Habsyi, dalam rapat paripurna, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/6/2019).

Kemudian, hal ini menadapat respons dari anggota Fraksi PKS yang lainnya yakni Refrizal. Dia menilai pansus ini perlu dibentuk. Apalagi, kata dia, pembentukan pansus tersebut juga tidak bertentang dengan Undang-Undang.

“Saya sampaikan kita harus memperjelas, baik itu melalui angket atau interpelasi, dan hak itu tidak melanggar Undang-Undang. Ini adalah UU MD3. DPR punya hak untuk itu. Saya ingin hak ini digunakan sehingga rakyat tahu peristiwa tanggal 21-22 (Mei) ini berapa orang yang dibunuh. Jangan mengentengngkan nyawa manusia,” tutur Refrizal.

Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun mengaku, tidak sependapat dengan usulan dari Partai PKS. Dia lebih menyarankan, kasus ini diserahkan sepenuhnya pada pemerintah.

“Pandangan saya kurang tepat, kita berikan kepercayaan kepada pemerintah secara sunggu-sungguh, masyarakat bisa menilai, media juga bisa mengungkap, apa yang terjadi dibalik semua ini,” kata Misbakhun.

Sedangkan, Politikus PDIP, Arteria Dahlan juga mengatakan hal yang sama. Menurut dia, selama ini Polisi dalam menangani kerusuhan kemarin sudah melakukan tugasnya dengan baik.

“Kami melihat yang dilakukan aparat kepolisian yang dilakukan TNI, Polisinya rakyat, TNI adalah tentara rakyat, yang dilakukan kemarin sekedar melindungi eksistensi negara melindungi segenal tupah darah Indonesia, melindungi bawaslu melindungi KPU. Polisi diberikan bom molotov, rumah Polisi dibakar, itu simbol negara,” kata Arteria.

 

Rekomendasi