Oposisi Jangan Goyang, Jokowi Juga Perlu Dikritik Kok

| 01 Jul 2019 12:02
Oposisi Jangan Goyang, Jokowi Juga Perlu Dikritik Kok
Jokowi dan Prabowo menghadiri acara deklarasi kampanye damai. (Diah/era.id)
Jakarta, era.id - Partai pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam Koalisi Adil Makmur sedang goyang. Setelah koalisi dibubarkan, PAN dan Demokrat mulai memancarkan sinyal untuk merapat ke kubu petahana, Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Tinggal Partai Gerindra, PKS dan Partai Berkarya yang masih setia dengan Prabowo.

Tapi kalau dilihat, pendukung Jokowi pun sudah gemuk. Ada 10 partai di dalamnya. Dengan komposisi ini, kekuatan politik dan dukungan partai di parlemen terhadap pemerintahan Jokowi sudah lebih dari cukup, yakni hampir 60 persen, sementara lebih dari 40 persen dimiliki partai bekas koalisinya Prabowo. 

Lalu apakah, PAN dan Partai Demokrat bergabung dengan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf?

Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menilai, keberadaan oposisi harus tetap ada. Dia melihat, upaya pemenang Pemilu Presiden 2019 menggoda oposisi merupakan bentuk ketidakpercayaan diri koalisi pemenang pilpres terhadap kekuatan politiknya sendiri. 

"Di sisi lain juga sebagai upaya membungkam kelompok oposisi untuk melumpuhkan daya kritisnya terhadap kekuasaan sebagaimana yang telah dilakukan pada periode sebelumnya," kata Pangi kepada era.id, Senin (1/7/2019).

Dia berkata, intrik politik semacam ini semestinya bisa dihindari dengan upaya membentuk koalisi permanen yang tidak mudah goyah hanya karena godaan pembagian 'kue kekuasaan' semata, meski terkadang kue yang dibagi-bagi itu sisa kekuasaan yang sudah basi. 

Lagi pula, sambungnya, koalisi permanen akan mendorong kelompok oposisi punya opini tandingan. Nantinya, kebijakan pemerintah bukan hanya dikritik tanpa dasar, namun juga punya alternatif berfikir konstruktif dengan harapan bisa menjadi perbaikan bangsa ke depannya.

Lebih lanjut, Pangi bilang kelompok oposisi memegang peranan penting untuk mewujudkan mekanisme ‘checks and balances’. Mekanisme ini dibutuhkan untuk mewujudkan tata kelola dan penyelenggaraan pemerintahan yang terkontrol sehingga pemerintahan yang sedang berkuasa tidak keluar "jalur" dan bertindak sewenang-wenang.

"Berkuasa atau berada dalam barisan oposisi adalah satu paket, tujuannya tetap sama yakni memastikan negara berjalan sesuai konstitusi dan meminimalisir terjadinya penyimpangan dan penyelewengan kekuasaan," ungkapnya. 

Yang perlu diluruskan, kata Pangi, enggak boleh ada pandangan sinis terhadap oposisi sebagai kelompok 'penggangu'. Memandang sinis terhadap oposisi dan upaya mengkebiri kelompok ini sebagai 'penggangu' stabilitas negara akan mendorong negara kejurang tirani mayoritas dan otoritarianisme.

Rekomendasi