Kondisi tadi, bisa jadi salah satu alasan lahirnya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang mewajibkan pemilik mobil punya garasi. Pengajuan Raperda oleh Pemkot Depok sebetulnya revisi Perda Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Bidang Perhubungan.
Siang tadi, Kamis (4/7/2019), tim era.id datang ke sejumlah perumahan di Kota Depok. Mencoba menelusuri 'kegemaran' warga kota ini yang memarkir kendaraannya sembarangan di dalam perumahan.
Kami datangi perumahan di Jalan Dadap Raya, Kota Depok. Dari gapura depan perumahan ini, mata kami langsung dijejali pemandangan beberapa mobil yang terparkir di jalan. Perkiraan kasar, jalan ini sebetulnya bisa dilalui dua mobil. Namun mobil yang parkir sembarangan jadi biang kerok penyempitan jalan.
Iwan (50) warga perumahan Jalan Dadap Raya ini misalnya. Dia mengeluh keberadaan mobil yang diparkir tidak di dalam garasi rumah si pemilik.
"Keganggu juga kita, makanya ada Raperda Garasi ini ditunggu," kata dia, Kamis (4/7/2019).
Iwan bercerita betapa tak leluasanya dia kalau mau mengeluarkan mobil dari garasi. Persis di samping rumah, tetangganya yang tak punya garasi, kerap memarkir kendaraan di pinggir jalan.
"Kita takutnya baret mobilnya, atau kesenggol juga, nanti malah berantem," keluhnya.
Di tempat ini, masih beruntung mobil bisa tetap lewat meski ada yang parkir. Tak jauh dari sini, di Perumnas Depok II Tengah khususnya Jalan Kamboja, kondisi jalannya bisa lebih sempit. Jalanannya cuma bisa dilewati satu mobil saja. Jadi kebayang kan, bagaimana susahnya mobil bergerak di sini kalau ada yang parkir sembarangan.
Kalau sudah seperti ini, biasanya pihak RT dan para pemilik mobil putar otak. Mencari lahan dadakan untuk bisa dijadikan tempat parkir massal. Lihat saja yang dilakukan warga RT 01 Perumnas Depok II Timur. Kata Sekretaris RT, Marjuki (50), mereka menyediakan parkiran di samping Musala Al-Faalah dan di samping Posyandu Kamboja.
Pantauan di lokasi, sejumlah mobil memang tampak di parkir di lapangan ini. Mobil berjenis minibus dan sedan milik warga terparkir di sini. Ada yang sengaja menggunakan terpal untuk menghindari mobil dari panas matahari dan debu. Memang lahan ini dirancang bukan untuk parkiran. Jadi tak mungkin ada atap atau pepohonan yang bisa melindungi mobil dari terik matahari.
"Sebulan biayanya Rp100 ribu (untuk parkir), itu buat bayar satpam, tukang sampah, jadi semua. Keamanannya terjamin sih selama ini, enggak pernah ada kehilangan. Satpam kan jaga kalau malam," kata Juki di rumahnya.
Pensiunan ini bilang, lapangan parkir ini idealnya diisi 24 mobil. Tapi enggak jarang malah diisi lebih dari jumlah tersebut. Apalagi, kalau ada tamu yang menginap. Mau enggak mau, mobil yang parkir jadi bertambah.
"Mau enggak kita bolehin, juga enggak enak sama tetangga. Tapi, kalau parkir pararel ya konsekuensinya jangan direm tangan. Atau kalau kepenuhan, cari lapangan lain saja," ungkapnya.
"Tapi suka ada aja orang yang parkir direm tangan biarpun dia parkirnya pararel. Alasannya lupa," imbuh Juki.
Dia kemudian bercerita, satu rumah di wilayahnya, biasanya paling banyak punya dua mobil. Tapi, warga yang punya mobil jumlah tidak banyak. Mereka lebih memilih punya sepeda motor dibanding mobil.
Toh, kata Juki, keberadaan lapangan parkir di samping musala dan posyandu ini enggak mengganggu fasilitas umum dan fasilitas sosial lainnya. Sebab, lahan ini memang sengaja dibuat untuk memfasilitasi biar warga enggak parkir sembarangan.
"Enggak mengganggu sih, nanti posyandu itu malah mau kita bangun lagi. Di depan posyandu itu kan ada lapangan bola, anak-anak juga mainnya di sana. Kalau parkirnya di jalan baru ganggu," tutupnya.
Foto-foto di atas karya Wardhany Tsa Tsia/era.id