Reklamasi dan Kasus Korupsi Gubernur Kepri

| 12 Jul 2019 11:37
Reklamasi dan Kasus Korupsi Gubernur Kepri
Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun di KPK (Wardhany/era.id)
Jakarta, era.id - KPK menetapkan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun sebagai tersangka terkait perizinan proyek reklamasi. Nurdin Basirun juga diduga menerima gratifikasi terkait jabatannya.

KPK menduga Nurdin Basirun menerima suap dari seorang swasta yang bernama Abu Bakar. Tujuan Abu Bakar agar dia dapat izin prinsip reklamasi untuk membangun resort seluas 10,2 hektar di Tanjung Piayu, Batam. Padahal, tanah reklamasi yang diinginkan Abu Bakar itu adalah kawasan budidaya dan hutan lindung. 

Nurdin menyuruh Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono dan Kepala Dinas Laut dan Perikanan Edy Sofyan membantu Abu Bakar. 

"Untuk mengakali hal tersebut, BUH (Budi Hartono) memberitahu ABK (Abu Bakar) supaya izinnya disetujui, maka ia harus menyebutkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budi daya ikan di bagian bawahnya. Upaya ini supaya seolah-olah terlihat seperti fasilitas budi daya," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Kamis (12/7) malam.

Budi meminta Edy melengkapi dokumen agar perizinan itu cepat selesai. "Dokumen yang dibuat Edy hanya melakukan copy paste dari daerah lain. Agar cepat selesai persyaratannya," ungkap Basaria.

Dari kasus itu, Nurdin diduga dua kali menerima uang Abu Bakar. Pada 30 Mei 2019 Nurdin mendapatkan 5.000 dolar Singapura dan Rp45 juta. Lalu, pada saat OTT kemarin, Nurdin menerima 6.000 dolar Singapura.

Nurdin ditetapkan sebagai tersangka penerima bersama Budi Hartono dan Edy Sofyan. Sedangkan, Abu Bakar ditetapkan sebagai tersangka pemberi.

Tak cuma kasus suap, Nurdin juga diduga menerima gratifikasi terkait jabatannya. Sebab, dari hasil penindakan KPK di rumah dinasnya, ditemukan sejumlah uang dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing dalam satu tas. 

Nilainya pun sekitar Rp666 juta dengan rincian 43.942 dolar Singapura (Rp456.300.319,3); 5.303 dolar AS (Rp74.557.528,5); 5 euro (Rp79.120,18); 407 ringgit Malaysia (Rp1.390.235,83); 500 rial (Rp1.874.985,75); Rp132.610.000.

Nurdin disangkakan menerima suap dan gratifikasi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Sementara dua anak buahnya Budi dan Edy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Abu Bakar sebagai pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Nurdin yang merupakan politikus Partai NasDem ditahan di Rutan Klas I Cabang KPK (K4).  Sedangkan dua anak buahnya, ditahan di dua rutan yang berbeda, Edy Sofyan ditahan di Rutan cab KPK di Pomdam Jaya Guntur sementara Budi Hartono ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur. Sementara, si penyuap, Abu Bakar ditahan Rutan Klas I Jaktim Cabang KPK.

Harta Nurdin mencapai Rp5 miliar. Setidaknya itu yang dilaporkan lewat LHKPN-nya. Tercatat, Nurdin terakhir kali melaporkan Laporan Harta Kekayaannya Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 29 Mei 2018. Dalam laporan tersebut, harta kekayaannya mencapai Rp5.873.120.516.

Dari total kekayaan tersebut, dia punya tanah di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Ada 10 bidang tanah yang dimilikinya dan ditulis dari hasil sendiri. Kalau ditotal, tanah yang dimiliki Nurdin bernilai Rp4.461.428.564.

Sedangkan untuk aset bergerak berupa kendaraan, Nurdin punya tiga kendaraan berupa Honda CRV Jeep keluaran tahun 2005 dengan nilai Rp180 juta, Toyota Camry tahun 2011 senilai Rp80 juta, dan Honda CRV 2012 senilai Rp110 juta.

Nurdin juga mencatatkan dia punya harta bergerak lainnya (meski tak disebut) mencapai Rp460 juta. Dia enggak punya surat berharga tapi mencatatkan kalau punya kas dan setara kas mencapai Rp581.691.952. Selain itu, dia juga menyebut tak punya hutang dalam LHKPN tersebut.

Rekomendasi