"Yang selama ini kita tahu ada persepsi bahwa pemerintah anti TNI kan, itu. Kemudian (Jokowi mencoba) membangun persepsi publik bahwa memiliki hubungan baik beliau dengan tentara," ujar pengamat politik Universitas Padjajaran, Muradi, saat dihubungi era.id lewat sambungan telepon, Kamis (18/1/2018).
Sementara itu, Pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengungkapkan, pengangkatan Moeldoko memiliki pertimbangan-pertimbangan politik yang matang. Dia menilai, Jokowi ingin menunjukkan kedekatannya dengan TNI. Mengingat, lawan politik Jokowi pada Pilpres 2014 lalu berasal dari kalangan militer.
"Bisa begitu. Supaya citra dekat dengan TNI juga melekat di Jokowi," kata Hendri dikontak terpisah.
Bukan tidak mungkin, kata Hendri, pengangkatan ini dilakukan untuk menandingi elektabilitas mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang belakangan namanya muncul dalam survei, baik sebagai capres atau cawapres 2019.
"Kalau kemudian pertimbangannya untuk mengimbangi elektabilitas Gatot, ya bisa saja. Yang jadi pekerjaan rumahnya Gatot kan hingga saat ini belum ada pergerakan apa-apa dia," tutur Hendri.
Hendri mengatakan, Gatot harus memiliki strategi politik yang matang ketika ingin maju sebagai peserta Pemilu Presiden 2019. Paling tidak, tambahnya, Gatot masuk partai politik.
"Sebetulnya kalau Gatot mau maju ke Pilpres 2019, mestinya sih, dia minimal bisa masuk partai politik itu, sehingga terjaga elektabilitasnya dia," katanya.
Dia menilai, Gatot berpeluang besar digaet Partai Gerindra pada Pilpres 2019.
"Ada (peluang digaet partai) Gerindra. Besar peluangnya, dengan catatan Prabowo gak maju di pilpres," ujar Hendri.