Saut menyampaikan pengunduran diri itu melalui surat elektronik ke jajaran pegawai KPK. Dia akan mundur efektif pada 16 September 2019.
Dalam surat itu, Saut juga minta maaf kepada seluruh pimpinan KPK yaitu Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK lainnya yaitu Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, dan Laode M Syarif.
Dia juga meminta maaf kepada pegawai lembaga antirasuah lainnya, sebab dia tahu, pasti ada saja di antara mereka yang sebal terhadap dirinya.
"Saya tahu, beberapa teman-teman pasti sebal bingit sama saya karena style saya. Saya mohon maaf karena dalam banyak hal memang kita harus bisa membedakan antara cemen dengan penegakan sembilan nilai KPK yang kita miliki," kata Saut seperti dikutip dari surat elektronik itu, Jumat (13/9/2019).
Sembilan nilai yang dimaksud Saut adalah jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani dan adil. "Mari kita pegang itu sampai kapan pun," ungkap dia.
Belum diketahui pasti apa yang jadi penyebab mundurnya Saut hingga saat ini. Dia belum menjawab pesan singkat atau telepon era.id hingga berita ini diturunkan.
Namun, Saut memang beberapa kali bersuara keras terkait calon pimpinan KPK yang dianggap tidak memenuhi sembilan nilai tersebut.
Bahkan beberapa waktu lalu, Saut juga ikut bersuara dalam aksi perlawanan yang dilakukan oleh para pegawai KPK untuk menolak Revisi UU KPK dan menolak capim bermasalah dan melanggar kode etik. Dalam aksi tersebut, Saut meneriakkan kata 'Lawan' dan meminta agar pegawai KPK tidak takut menyuarakan perlawanan tersebut.
"Jangan pernah berhenti dari perjuangan. Jangan pernah takut. Jangan pernah terganggu integritasnya! Perjuangan kita masih jauh, tanggung jawab kita besar terhadap republik ini. Jangan pernah takut siapapun. Apa yang kita lakukan ini untuk kebesaran bangsa Indonesia dan dilakukan dengan integritas yang besar," kata Saut dalam aksi yang dilaksanakan pada Jumat (6/9/2019) lalu.
Aksi penolakan RUU KPK yang dilakukan para pegawai KPK (Wardhany/era.id)
Tak hanya itu, Saut juga pernah menggelar konferensi pers di KPK bersama Juru Bicara KPK Febri Diansyah dan Penasihat KPK Tsani Annafari. Konferensi pers ini berisi tentang dugaan pelanggaran etik Firli.
"KPK perlu menjelaskan beberapa hal secara resmi terkait pemeriksaan etik terhadap mantan deputi bidang penindakan KPK. Pimpinan KPK telah menerima hasil pemeriksaan direktorat pengawas internal KPK sebagaimana disampaikan oleh deputi PIPM tanggal 23 Januari 2019, perlu kami sampaikan hasil pemeriksaan di direktorat pengawas internal adalah terdapat dugaan pelanggaran berat," ujar Saut pada Rabu (11/9) yang lalu.
Pelanggaran kode etik ini, diduga terjadi saat Firli yang saat itu menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK malah menemui Tuan Guru Bajang (TGB) yang merupakan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat. Padahal, saat itu TGB tengah ditelusuri keterlibatannya terkait dugaan divestasi saham PT Newmont.
Dari dugaan pelanggaran itu, Firli diberhentikan secara hormat dari KPK dengan alasan dibutuhkan oleh Polri. "Dan KPK yang memberhentikan dia dalam posisi yang kami sebut sebagai terhormat. Kalau kami sebut tidak terhormat pasti dia tidak akan menjalani karirnya," ujarnya.
Saut menilai, Firli telah bekerja dengan baik saat menjabat sebagai Deputi Penindakan. Hanya saja, kerja baik tanpa integritas dirasa tak cukup bagi mantan petinggi Badan Intelejen Negara (BIN) ini.
"Harus diakui yang bersangkutan selama di KPK, coba track recordnya lihat, selama sekian tahun 2 bulan di KPK dia kokoh, dia perform. Tapi perform saja tidak cukup di KPK karena persoalan integritas itu persoalan paling tinggi di KPK," tegasnya.
Seperti diketahui, Komisi III DPR telah selesai melaksanakan fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan terhadap 10 calon pimpinan (capim) KPK pilihan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mereka melakukan voting untuk menentukan lima orang yang terpilih jadi komisionernya.
Lima nama yang lolos masuk sebagai komisioner yakni, Nawawi Pomolango (50 suara), Lili Pintauli Siregar (44 suara), Alexander Marwata (53 suara), Nurul Ghufron (51 suara) dan Firli Bahuri (56 suara). Proses voting ini melibatkan 56 anggota Komisi III dari 10 fraksi.