Trump Plintat-plintut soal Serangan Kilang Minyak Arab Saudi

| 17 Sep 2019 14:11
Trump Plintat-plintut soal Serangan Kilang Minyak Arab Saudi
Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (Twitter @realDonaldTrump)
Jakarta, era.id - Sejak dilantik sebagai orang nomor satu di Amerika Serikat pada 20 Januari 2017, Donald Trump sering kali membuat kebijakan kontroversi. Presiden ke-45 Amerika Serikat itu juga dinilai plinplan dalam hal pengambilan keputusan. 

Sebut saja saat dirinya menyatakan siap perang kepada para penyerang kilang minyak Arab Saudi, beberapa waktu lalu. Tak berselang lama, Trump mengubah sikapnya dengan menyebut tidak menginginkan perang.  

Sabtu, 14 September 2019 dua fasilitas milik Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais diserang 10 pesawat nirawak alias drone. Serangan ini menyebabkan kebakaran di dua fasilitas milik perusahaan minyak tersebut.

 

Lewat akun Twitternya, Trump menuding Iran bertanggung jawab atas serangan ke fasilitas minyak milik Arab Saudi tersebut. Dia juga bilang Washington "siap berperang". Meski sebelumnya, militan Houthi telah mengklaim serangan itu. 

Trump menyebut AS telah mengunci dan mengokang (locked and loaded) para pelaku, tergantung pada verifikasi. Ini adalah pertama kalinya Trump menyatakan siap mengerahkan militer AS untuk menjawab serangan minyak Saudi, demikian dikutip Reuters, Selasa (17/9/2019).

Namun, lagi-lagi dia berubah pikiran. Trump menegaskan bahwa Iran mungkin menjadi pelaku penyerangan, tetapi ia tidak menginginkan adanya perang. Dia tidak mau terburu-buru untuk masuk dalam konflik baru atas nama Arab Saudi.

"Saya tidak menginginkan adanya perang. Kami memiliki banyak pilihan, tetapi saya belum melihat pilihan itu. Kami akan menemukan siapa yang bertanggung jawab untuk ini," kata Trump, kemarin, seperti dikutip Reuters.

Sebelumnya, sejumlah pejabat kabinet AS, termasuk Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Menteri Energi Rick Perry, menuding Iran melancarkan serangan tersebut, yang menyebabkan produksi minyak mentah dunia merosot hingga lima persen.

Serangan terhadap Arab Saudi juga merusak pabrik pemrosesan minyak mentah terbesar di dunia sekaligus memicu lonjakan harga minyak dalam hampir 30 tahun.

Rekomendasi