Ada Pasal Selundupan di RUU KUHP

| 26 Sep 2019 19:29
Ada Pasal Selundupan di RUU KUHP
Mahfud MD (Wardhany/era.id)
Jakarta, era.id - Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai ada pasal yang diselundupkan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Dia pun bersyukur, RUU KUHP ini ditunda pembahasannya oleh DPR setelah ada permintaan Presiden Joko Widodo karena desakan publik.

Adanya pasal selundupan ini dia ketahui dari Edward Omar Sharif Hiariej atau yang biasa dipanggil Eddy Hiariej. Eddy adalah salah satu perancang RUU KUHP.

"Karena saya sudah bicara dengan Prof Eddy Hiariej dia yang nyusun (RKUHP) itu. 'Bener, pak. Banyak (pasal selundupan). Ini saya beri contoh dua'," kata Mahfud kepada wartawan di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (26/9/2019).

Dua contoh tersebut, kata Mahfud di antaranya adalah pasal 418 yang mengatur ayat 1 yang bunyinya: 'Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II'.

Mahfud menerangkan, ayat selundupan yang dimasukkan di dalam pasal ini, yaitu kepala desa setempat boleh melaporkan ke polisi. Padahal, ayat tersebut sebelumnya sudah pernah dihapus namun tiba-tiba masuk lagi. Pasal ini dia anggap berbahaya karena tindak pemerasan bisa saja dilakukan oleh kepala desa terhadap warganya.

"Coba kalau langsung disahkan? Celaka orang nanti. Kalau kepala desa enggak ada kerjaan ngintip rumah orang saja setiap hari, kemudian lapor ke polisi. Kemudian peras, 'saya minta uang karena ada orang duduk di rumahmu bertamu'. Mungkin dilaporkan begitu," jelasnya.

Karenanya, Mahfud mengatakan, harus ada yang mengawal RUU KUHP ini agar pasal ataupun ayat selundupan tak bisa asal sembarangan masuk.

Dia juga berkelakar, harus ada ayat tambahan di tiap pasal yang menyatakan yang mengubah rancangan atau kalimat di perundangan bisa dikenakan sanksi pidana.

"Proses perundangan harus ada polisinya, kalau perlu ditambah 1 pasal, barangsiapa yang mengubah kalimat UU ada pidana 5 tahun, itu perlu ditambah hukum pidana, merusak dokumen negara hasil kesepakatan dan macam-macam itu bisa" ungkapnya sambil tersenyum.

Sebelumnya, DPR dan pemerintah sepakat untuk menunda pembahasan sejumlah RUU kontroversi hingga periode anggota dewan selanjutnya. Hal ini dikarenakan jadwal rapat paripurna, pada periode saat ini yang sudah berakhir.

Itu artinya pembahasan RUU yang belum juga disahkan hingga masa sidang akhir DPR akan dibahas pada periode kerja 2019-2024 mendatang. Mengingat masa sisa masa kerja DPR saat ini yang kurang dari seminggu lagi.

Ketua DPR Bambang Soesatyo menjelaskan, keputusan DPR dan pemerintah untuk menangguhkan keempat RUU yaitu, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Pertanahan, RUU Minerba, dan RUU Pemasyarakatan (PAS), telah disepakati semua fraksi di DPR.

Keputusan tersebut, kata Bambang, juga diharapkan memperbaiki pasal-pasal yang menjadi kontroversi dan mendapatkan penolakan yang luar biasa dari publik

Rekomendasi