Kursi Ketua MPR dan Sederet Kekecewaan Prabowo

| 07 Oct 2019 18:27
Kursi Ketua MPR dan Sederet Kekecewaan Prabowo
Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto (era.id)
Jakarta, era.id - Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto merasa kecewa bertubi-tubi. Setelah kalah dalam Pilpres 2019, kini ia harus merelakan partainya hanya mendapat kursi Wakil Ketua DPR dan MPR.

Padahal sebelumnya, Partai Gerindra punya peluang menempatkan kadernya di Kursi Ketua MPR. Selain gagal merebut kursi MPR-1, ada sederet peristiwa politik yang membuat Prabowo kecewa. Apa saja?

Pilpres 2009

Megawati dan Prabowo bersanding sebagai calon Presiden-Wakil Presiden di Pemilihan Umum 2009. Namun, mereka kalah telak dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono. Satu dekade silam, pasangan yang diusung PDIP, Gerindra, dan enam partai gurem itu meraih 26,79 persen suara. Kalah jauh dari SBY-Boediono yang memperoleh 60,8 persen suara.

Pilpres 2009 ini juga menjadi awal mula retaknya hubungan Megawati dan Prabowo lima tahun kemudian. Saat itu, Mega dan Prabowo menandatangani komitmen bersama di Istana Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat, yang belakangan dikenal sebagai Perjanjian Batu Tulis.

Perjanjian Batu Tulis 2009

Baca Juga: Prahara Rumah Tangga PKS-Gerindra

Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto bersama Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri meneken perjanjian Batu Tulis. Calon presiden dari Partai Gerindra ini merasa dikhianati karena partai banteng itu menetapkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai calon presiden, bukan mendukung dia seperti yang tertara pada kesepakatan itu. (Baca: Di Batu Tulis, Prabowo Punya 10 Jatah Menteri).

Perjanjian Batu Tulis ditandatangani Megawati Soekarnoputri dan Prabowo pada 16 Mei 2009 dengan tujuh poin kesepakatan yakni salah satunya bakal didukung menjadi Presiden pada Pemilu 2014. Prabowo 

Pilgub DKI Jakarta 2012

Prabowo melamar Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk menjadi calon Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Joko Widodo yang diusung PDIP pada Pilgub DKI Jakarta 2012. Padahal saat itu, Ahok adalah kader Golkar. Tapi 2 tahun berselang, yakni pada 10 September 2014, Ahok mengajukan surat pengunduran dirinya ke DPP Partai Gerindra dengan alasan akan mengurus Jakarta tanpa dukungan parpol manapun . Prabowo menyesalkan Ahok mundur tanpa pamit. Ia mempertanyakan etika dari Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut.

"Kalau tahu tata krama (harusnya pamit). Kalau etika antar-manusia, ada norma-norma ya," kata Prabowo pada hari yang sama mundurnya Ahok dari Gerindra.

Hingga akhirnya Ahok memimpin Ibukota karena sang Gubernur naik pangkat menjadi Presiden dalam Pilpres 2014.

Pilpres 2014

Dalam gelaran Pilpres 2014, calon Presiden dari Partai Gerindra ini merasa dikhianati karena PDIP menetapkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai calon Presiden, bukan mendukungnya seperti Perjanjian Batu Tulis. Perjanjian Batu Tulis ditandatangani Megawati Soekarnoputri dan Prabowo pada 16 Mei 2009 dengan tujuh poin kesepakatan. Salah satunya bakal didukung menjadi Presiden pada Pemilu 2014.

Perebutan Kursi Ketua MPR 2019

Sekretaris Jendral Partai Gerindra Ahmad Muzani menyebut, ketua umum partainya yakni Prabowo Subianto sempat sedikit kecewa, lantaran partainya tak bisa merebut kursi Ketua Majelis Perwakilan Rakyat (MPR). Gerindra harus takluk karena hanya sendirian mengusung Ahmad Muzani sebagai rival dari Bambang Soesatyo.

Padahal, seperti diketahui ada keinginan antara pihak yang sebelumnya berseteru selama Pilpres yakni kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melakukan rekonsiliasi. Namun, kenyataanya permintaan jatah kursi Ketua MPR pun tak diberikan kepada pihak Prabowo.

"(Pak Prabowo) agak kecewa. Karena katanya kita mau reunifikasi katanya, kita mau rekonsiliasi. Tapi diminta untuk, kita minta hanya sekedar (minta) Ketua MPR, enggak ada yang setuju. Kira-kira begitu," katanya, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/10/2019).

Soal adanya kesepakatan antara Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo, agar mendapat jatah menteri di kabinet kerja selanjutnya. Muzani enggan berkomentar.

Singkat cerita Prabowo menginstruksikan agar Muzani mundur dari pencalonan setelah berkonsultasi dengan Mega. "Akhirnya beliau ambil kesimpulan, sudah kita jangan meneruskan (mencalonkan diri sebagai Ketua MPR)," tutur Muzani menirukan Prabowo.

Rekomendasi