Kisah 30 Menit Melawan Peradilan yang Tak Adil pada Kasus Santa

| 11 Oct 2019 07:11
Kisah 30 Menit Melawan Peradilan yang Tak Adil pada Kasus Santa
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Suara Yosua Oktavian bergetar tatkala secarik kertas berjudul 'Kami Melawan 30 Menit' muncul dalam ingatannya. Jojo, sapaan Yosua, Pengacara Publik dari LBH Masyarakat seakan kembali ke persidangan pada 3 Maret 2017 di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Jojo merupakan kuasa hukum dari Santa, seorang yang bekerja sebagai penerjemah Bahasa Tiongkok. Kala itu, dia terancam hukuman mati karena kasus pengedaran narkoba. Polisi dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuduh Santa terlibat dalam pengedaran narkoba yang dilakukan empat orang bosnya.

Para bosnya itu berasal dari Tiongkok. Empat orang bandar narkoba itu mempekerjakan Santa sebagai penerjemah bahasa, sekaligus supir.

Hari itu, 3 Maret 2017 di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, JPU menuntut hukuman mati kepada Majelis Hakim untuk Santa dan empat bosnya. Jojo tak menyangka, kliennya yang tak tahu apa pun soal peredaran narkoba itu, terancam hukuman mati.

Majelis Hakim kemudian meminta Jojo memberikan pembelaan atau pledoi terhadap Santa. Jojo tak siap. Ia meminta waktu satu minggu untuk menyiapkan pembelaan. Tapi hakim menolak permintaannya.

"Hakim marah, harus membela sekarang. Hakim mengatakan 'suka tidak suka mau tidak mau pembelaan harus dilakukan 30 menit ke depan' langsung ketok palu," kata Jojo, Kamis (10/10), di Jakarta.

Baca Juga : Anjing di Inggris Dijadikan Senjata dan Terancam Hukuman Mati

Kondisi memaksa Jojo siap meski tanpa persiapan. Berbekal kertas dan pena, Jojo menuliskan pembelaannya hanya dengan waktu setengah jam. "Kami memberi judul pledoi itu: 'Kami Melawan Dalam 30 Menit'," kata Jojo.

Jojo kemudian membacakan pembelaan dengan tulisan tangan itu. Tapi, hakim tampak mengabaikannya. Hakim bahkan tak menunjukkan tanda ketertarikan dengan pledoi tersebut, ketika Jojo menyerahkannya.

"Setelah saya kasih kertas yang lecek itu, saya ingat betul, itu langsung dilipat dan diselipkan ke dalam buku," kata Jojo.

Jojo haqul yakin, Santa adalah korban dari peradilan yang tidak adil atau unfair trial. Jojo menjelaskan, Santa mendapatkan perlakuan tidak sesuai prosedur sejak awal. Ketika polisi menangkapnya pada 2 Juni 2016 sekitar pukul 23.00 WIB, Santa mendapatkan penyiksaan. Waktu itu, pada mulanya, Santa mendapatkan telepon dari pihak kepolisian yang memberi kabar, tamu asingnya terlibat masalah narkotika.

Mendengar informasi itu, Santa pun langsung mendatangi tempat kejadian perkara di daerah Tangerang, tanpa pikir panjang. "Ternyata sampai di lokasi Pak Santa langsung disiksa. Turun dari mobil dia dipukul, di bawa ke suatu tempat yang gelap, sampai akhirnya di bawa ke Polda Metro Jaya," tutur Jojo.

Setibanya di Polda Metro Jaya, Santa tak langsung dibolehkan menghubungi keluarganya atau pengacara. Jojo mengatakan, Santa bahkan sempat disekap selama dua hari dengan mata ditutupi lakban hitam dan kepalanya dipukul.

Baca Juga : Hukuman Mati yang Kini Mulai Ditinggalkan

Keluarga Santa baru mengetahui keberadaannya tiga hari kemudian. Itu pun masih belum boleh menemui Santa. Santa hanya didampingi pengacara yang dipilih oleh pihak Polda Metro Jaya.

Sampai akhirnya, setelah delapan bulan berlalu tanpa ada kepastian, keluarga Santa menghubungi LBH Masyarakat. Mereka meninta LBH Masyarakat menjadi pendamping kasus tersebut. Tapi sayangnya, kasus tersebut sudah sampai pada agenda pembuktian untuk memanggil saksi dari kepolisian.

Dalam proses persidangan lanjutan, empat bos Santa sebenarnya sudah menyebut bahwa Santa tidak terlibat dalam kasus peredaran narkoba. Para warga negara Tiongkok itu menegaskan, Santa hanya supir yang mereka sewa tanpa tahu apa pun mengenai pekerjaan mereka.

Namun hakim tetap mengeluarkan putusan yang menilai Santa terlibat dalam bisnis narkoba, dan karena itu layak mendapat hukuman mati.

"Pak Santa waktu dituntut dia menangis, tapi saat putusan dibacakan dia ketawa. Ketawa saking lucunya hukum di Indonesia," kata Jojo.

Kasus ini sekarang sudah sampai ke Mahkamah Agung. LBH Masyarakat sedang mencari bukti baru atau novum untuk mengajukan Peninjauan Kembali, agar Santa bias terbebas dari hukuman.

Tags : hukuman mati
Rekomendasi