Cara Fancy Qatar Hadapi Suhu Ekstrem

| 25 Oct 2019 21:21
Cara <i>Fancy</i> Qatar Hadapi Suhu Ekstrem
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Akhir-akhir ini suhu udara panas semakin meningkat di Qatar. Pada musim panas, suhu seringkali berada di angka 32 derajat Celcius, dan bisa melambung tinggi hingga 48 derajat Celcius saat siang hari.

Tingginya suhu saat siang hari membuat negara yang dikenal karena minyak yang melimpah itu putar otak untuk menurunkan suhu di negaranya. Salah satunya dengan mengecat aspal jalanan dan memasang air conditioner (AC) di luar ruangan.

Qatar sendiri sebelumnya telah memasang AC di stadion-stadion menjelang Piala Dunia 2022. Hal ini dilakukan agar penonton dan pemain sepak bola tetap sejuk di tengah cuaca yang panas. Bukan hanya di stadion saja, pendingin raksasa itu juga telah dipasang di samping trotoar dan pusat perbelanjaan outdoor, hingga pasar tradisional.

Pendingin udara di Qatar bekerja dengan memompa udara dingin ke trotoar melalui nozel pendingin setelah air dingin dibawa ke jalan melalui pipa.

Cara fancy Qatar dalam menghadapi suhu ektrem ini mungkin bukan hal yang baru, mengingat negara ini menjadi salah satu negara paling kaya di dunia. Hal ini dikarenakan produksi pertambangan minyak dan gas alamnya yang melimpah hingga bisa mengekspor ke Amerika Serikat. 

Selain memasang pendingin raksasa di luar ruangan, pemerintah Qatar juga berusaha menurunkan suhu ekstrem dengan mengecat aspal jalanan di Ibu Kota Doga, tepatnya di Jalan Abdullah bin Jassim, dengan cat berwarna biru oleh Departemen Pekerjaan Umum.

Warna biru diyakini bisa menurunkan suhu menjadi 35 derajat Celcius. Warna ini juga dikatakan mampu menyerap panas matahari dibandingkan dengan warna cerah yang justru akan merefleksikannya. Aspal berwarna biru ini juga berisi mikrosfer keramik berongga yang dirancang untuk memantulkan radiasi inframerah. 

Insinyur Saad al-Dosari mengatakan bahwa suhu aspal dengan warna gelap 20 derajat Celcius lebih tinggi dari suhu sebenarnya, karena hitam menarik dan memancarkan panas, dikutip Daily Mail, Jumat (25/10/2019).

Sebelumnya, percobaan selama 18 bulan telah dilakukan di jalan sepanjang 250 meter dan menggunakan lapisan biru tebal 1 milimeter dengan pigmen pemantul panas khusus.

Sebenarnya ini bukanlah hal baru, kota-kota lain di seluruh dunia juga telah melakukan percobaan serupa untuk mengatasi suhu panas yang ekstrem. Pada musim panas saat ini,  Los Angeles melukis jalan-jalannya dalam lapisan putih keabu-abuan yang bisa mengubah 5 derajat Celsius lebih dingin dari permukaan hitam.

Qatar diketahui sangat rentan terhadap suhu panas ekstrem karena negara itu adalah semenanjung di Teluk Persia. Di Teluk, suhu rata-rata permukaan air adalah sekitar 32,4 derajat Celsius. Dengan hampir tidak ada awan atau hujan di musim panas, kenaikan suhu laut di menyebabkan kelembaban atmosfer lebih banyak sehingga membuat Qatar dilanda suhu panas ekstrem.

"Jika Anda mematikan pendingin udara itu, suhu menjadi tak tertahankan. Dan orang-orang tak akan bisa bekerja secara efektif," ujar Yousef al Horr, pendiri Gulf Organization for Research and Development.

Baca Juga: Uluru, Tempat Suci Suku Aborigin yang Kini Dilarang

 

Namun, pendingin udara itu di negara itu telah menjadi sorotan untuk keberlangsungan lingkungan. Negara itu menggunakan bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik yang diperlukan untuk menjalankan AC.

Dikutip The Washington Post, bahan bakar fosil itu pada akhirnya menghasilkan emisi karbon, yang berkontribusi pada pemanasan global yang justru akan semakin menaikkan suhu di bumi.

Di sisi lain, sejumlah negara dalam Perjanjian Iklim Paris seepakat untuk menhindari suhu bumi naik menjadi 2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri. Sementara itu, Qatar telah melampaui ambang batas ini, yang berarti situasi di negara itu dapat memberi tanda kepada kita bagaimana masa depan akan terjadi.

"Qatar adalah salah satu area dengan pemanasan tercepat di dunia, setidaknya di luar Kutub Utara," ujar ilmuan Zeke Hausfather kepada Washington Post. "Perubahan di sana dapat membantu memberi kita perasaan tentang apa yang akan terjadi pada seluruh dunia jika kita tak mengambil tindakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca". 

Rekomendasi