Nilai Religiositas Hilang, KPK Fobia Agama?

| 09 Mar 2020 16:15
Nilai Religiositas Hilang, KPK Fobia Agama?
Arsul Sani (Gabriella Thesa/era.id)
Jakarta, era.id - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPKK) mengubah salah satu nilai dalam kode etik KPK yaitu religiositas dengan nilai sinergitas. Hal ini mendapat kritik dari Komisi III DPR yang merupakan mitra kerja lembaga antirasuah di parlemen.

Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani menilai Dewas KPK sedang melakukan proses sekularisasi dengan mengganti nilai religiositas dengan nilai sinergitas dalam kode etik KPK.

"Dewas sedang melakukan proses sekularisasi dalam kerja kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK," ujar Arsul dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/3/2020).

Arsul mengatakan Dewan Pengawas KPK bahkan bisa dianggap mengabaikan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Dewas KPK, kata dia, juga bisa dinilai menganggap agama tidak penting dalam kerja pemberantasan korupsi.

Sekretaris Jenderal PPP ini mengaku tak mengetahui persis alasan Dewan Pengawas KPK menghapus nilai religiositas itu. Namun dia menduga keputusan ini bisa jadi karena mereka alergi dengan berkembangnya isu adanya kelompok Taliban di KPK.

Arsul mengatakan, perihal paham keagamaan yang dianut kalangan tertentu di KPK tak perlu dipermasalahkan, apalagi dipergunakan sebagai alasan menghilangkan nilai religiositas. "Ini tidak pada tempatnya jadi alasan," katanya.

Menurutnya yang harus diawasi oleh Dewan Pengawas adalah proses penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi. Dewan Pengawas, kata dia, harus memastikan tak ada tebang pilih dan intervensi proses hukum dalam pemberantasan korupsi.

"Jadi bukan soal paham keberagamaan orang KPK, apalagi soal cara berpakaian atau tampilan fisiknya," sambungnya.

Hal senada juga disampaikan oleh anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Nasir Djamil. Dia meyayangkan hilangnya nilai religiusitas dalam kode etik KPK yang baru.

Padahal, menurut Nasir, nilai-nilai religi secara konseptual dan fungsional sangat memengaruhi etika penyelenggara negara. Dia mengatakan, tidak ada kerugian yang ditimbulkan apabila Dewas KPK tetap mempertahankan nilai religiusitas di dalam kode etik KPK.

"Bahkan akan menguntungkan jika nilai religiusitas masuk dalam kode etik KPK. Nilai itu akan merangsang umat beragama di Indonesia untuk membantu pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Nasir.

Nasir mengaku khawatir penghilangan nilai religiusitas itu menunjukkan bahwa Dewas saat ini punya mindset fobia terhadap agama.

"Ada ketakutan bahwa memasukkan religiositas seolah-olah ada agamisasi dalam pemberantasan tipikor," pungkasnya.

Tags : kpk
Rekomendasi