Bulan lalu, dia harus membayar tagihan sebesar Rp457.000 dari bulan sebelumnya hanya RP200.000. Bukan cuma rumahnya, tagihan listrik di toko kelontongnya pun mengalami kenaikan. Dengan kapasitas 900 VA, Nurul harus membayar biaya pemakaian sebesar Rp950.000, padahal biasanya cuma Rp500.000.
"Padahal pemakaian normal, kalau naik juga cuma Rp600.000 (toko)," kata Nurul kepada era.id, Jumat (8/5).
Merasa ada yang janggal dengan tagihan listriknya, karyawati di salah satu perusahaan swasta di Jakarta itu pun mengadukan kenaikan tak wajar tersebut pada layanan aduan resmi PLN. Namun, jawabannya tak memuaskan.
Dia pun kemudian menghubungi General Manager PLN UID Jakarta Raya, Ikhsan Asaad. Gayung tersambut, keresahan Nurul terjawab. Ikhsan bilang, kemungkinan penyebab kenaikan listrik karena pada bulan April 2020 PLN memutuskan untuk menghentikan petugas pencatat meter PLN ke rumah-rumah pelanggan akibat COVID-19.
Ilustrasi (StockSnap dari Pixabay)
PLN lantas menggunakan rata-rata pemakaian listrik di tiga bulan terakhir yaitu Desember, Januari, dan Februari, sebagai dasar perhitungan rekening listrik bulan Maret yang dibayar bulan April.
"Kemungkinan pemakaian listrik pada bulan-bulan tersebut lebih kecil dan jumlah hari bulan Februari hanya 29 hari. Rekening listrik bulan April yang ibu bayar di bulan Mei 2020 melonjak karena sudah WFH, mungkin lebih banyak kegiatan di rumah," kata Ikhsan dalam pesan singkat kepada Nurul.
Tak hanya Ikhsan, Nurul juga mengadukan hal ini kepada Intan, petugas PLN Ciracas melalui sambungan telepon. Namun, kata Nurul, penjelasan yang diberikan tak jauh berbeda dari Ikhsan.
Intan, kata Nurul, malah menyarankannya dirinya untuk mengikuti media sosial PLN agar mendapatkan informasi terkini mengenai hal-hal yang berhubungan dengan PLN.
"Dia (Intan PLN Ciracas) bilang katanya dari PLN itu ada grup ke RT, RW, dan kelurahan buat informasi tarif tapi enggak pernah nyampe tuh infonya sama sekali," pungkas Nurul.
Tagihan listrik cuma seolah-olah naik
Sebelumnya, Executive Vice President Corporate Communication and CSR PLN I Made Suprateka menegaskan tidak ada kenaikan tarif listrik. Hanya saja, ada tambahan tagihan listrik di bulan April.
Rata-rata, kata Made, konsumsi listrik masyarakat memang meningkat karena pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan aktivitas kerja dan belajar dari rumah.
Sebagai gantinya, PLN menagih sesuai rata-rata pemakaian pelanggan dalam tiga bulan terakhir. Tagihan untuk pemakaian listrik di bulan Maret sesuai dengan rata-rata pemakaian 3 bulan sebelumnya. Tapi dalam perkembangannya, PLN mengubah kebijakan itu.
Pemakaian listrik di Maret meningkat karena PSBB. Artinya ada kelebihan pemakaian yang belum dibayar, karena PLN hanya menagih sesuai rata-rata pemakaian 3 bulan terakhir ketika aktivitas masyarakat masih normal. Kelebihan ini kemudian diakumulasikan PLN ke tagihan pemakaian bulan April.
Dia menjelaskan, pada bulan April tagihan meningkat karena konsumsi listrik bertambah seiring dengan pemberlakuan PSBB. Walhasil, tagihan listrik untuk bulan April jadi meningkat pesat. Pemakaian April sudah meningkat, lalu ditambah lagi ada sisa tagihan dari Maret.
"Jadi ini seolah-olah naik dua kali lipat. Inilah yang jadi polemik. Ini kami sadari kami butuh pendekatan yang baik. Pertama, kenaikan tagihan ini bukan karena kenaikan tarif listrik. PLN enggak bisa naikkan tarif listrik semena-mena apalagi saat kondisi ini, tidak populis," kata Made.
Made mengatakan, bagi pelanggan yang ingin menyampaikan pengaduan terkait tagihan listrik, dapat menghubungi Contact Center PLN 123 yang siap melayani 24 jam.