Peristiwa hari Minggu, (12/7/2020), menandai 52 tahun sejak pelari sprint Amerika Serikat, Tommie Smith dan John Carlos, memperkenalkan gestur kontroversial tersebut di depan pemirsa TV internasional. Saat itu mereka sedang berdiri di atas podium untuk menerima medali dalam gelaran Olimpiade 1968 di Mexico City.
Seperti diberitakan Associated Press (AP), hari Minggu lalu Hamilton dan pebalap F1 lainnya memakai kaos hitam bertuliskan "End Racism", atau Hentikan Rasisme dalam bahasa Indonesia, usai menyelesaikan seri pembuka musim F1, GP Austria.
Beberapa orang juga tampak berlutut dengan satu kaki di posisi start masing-masing sebelum memulai balapan.
Namun, beberapa orang masih mempertanyakan apakah gestur anti-rasisme masih perlu dilakukan saat ini. "Beberapa orang bertanya 'Sampai kapan kita akan terus melakukan perlawanan ini?' Mereka merasa satu kali saja cukup, dan aku perlu mengatakan pada mereka bahwa rasisme sedang terjadi dan mungkin akan terjadi melampaui keberadaan kita di sini," kata Hamilton usai memenangi balapan F1 untuk ke-85 kalinya.
"Orang dari ras berkulit gelap yang menjadi korban rasisme tak punya waktu untuk 'menyempatkan diri' untuk melakukan protes dan kemudian berhenti. Kita harus terus mendorong kesetaraan dan meningkatkan kesadaran mengenai isu ini," kata Hamilton.
Tommie Smith dan John Carlos di Olimpiade 1968 (Twitter)
Gestur tangan Smith dan Carlos diperkenalkan saat negara yang mereka wakili, Amerika Serikat, tengah terbelah pasca pembunuhan terhadap Martin Luther King Jr. dan Bobby Kennedy pada tahun 1968. Dengan sarung tangan hitam, dua sprinter itu mengangkat ke atas tangan mereka yang terkepal ketika lagu kebangsaan Amerika Serikat dinyanyikan.
Atlet tenis wanita, Serena Williams, pun juga mengangkat tangan, gestur yang lantas dikenal sebagai Black Power salute, ketika ia memenangi titel Wimbledon untuk ke-7 kalinya pada tahun 2016. Di tahun yang sama, pemain quarterback NFL Colin Kapernick mulai berlutut dengan satu kaki untuk mengkampanyekan kesadaran akan protes di kalangan atlet kulit hitam.
Hamilton sendiri telah menyuarakan protesnya terhadap tewasnya George Floyd, seorang lelaki kulit hitam AS, di tangan pihak kepolisian pada bulan 25 Mei tahun ini. Selain mengikuti demonstrasi Black Lives Matter di London, ia juga turut mempersiapkan sebuah komisi baru untuk meningkatkan keberagaman di industri balapan mobil.
Tim F1 Mercedez sendiri juga menunjukkan dukungan bagi Hamilton dengan mengubah warna mobil F1 mereka menjadi hitam untuk musim ini.
"Sebagai tim, kami akan terus memakai warna hitam sepanjang tahun, sehingga kami akan terus berjuang dan mendorong agenda ini sepanjang tahun," kata Hamilton, 35 tahun. "Bagiku, perjuangan ini sepanjang hayat."
<blockquote class="twitter-tweet"><p lang="en" dir="ltr">Silver Arrows no more: Mercedes F1 team adopts all-black livery to promote diversity <a href="https://t.co/82CwPD6vC8">https://t.co/82CwPD6vC8</a> <a href="https://t.co/o52G4AaR3a">pic.twitter.com/o52G4AaR3a</a></p>— MotorAuthority (@motorauthority) <a href="https://twitter.com/motorauthority/status/1277629662806462464?ref_src=twsrc%5Etfw">June 29, 2020</a></blockquote> <script async src="https://platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script>
Beberapa saat yang lalu, Hamilton melayangkan protes ke beberapa tim F1 karena tidak melakukan perjuangan yang lebih untuk melawan rasisme. Seperti dilaporkan AP, meski ia mengapresiasi langkah bos F1 Chase Carey dan organisasi FIA yang mendonasikan uang untuk meningkatkan keberagaman di lingkup Formula One, Hamilton merasa masih banyak yang harus dilakukan.
"Jika kamu tidak memahami masalahnya, kamu tidak akan bisa mengatasinya, dan uang sejuta dollar tidak akan berbuat banyak. Formula One perlu bekerja lebih keras. FIA dan para pebalap harus jadi bagian dari usaha ini, karena suara kita didengar," kata Hamilton.