"Salah satu hikmah penahanan saya sejak tanggal 11 Agustus 2017 adalah saya memperoleh kesadaran banyaknya kekurangan dalam diri saya, salah satunya kurang mensyukuri nikmat dari Illahi Robbi," kata Nofel dalam persidangan di PN Tipikor, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Nofel mengakui, dirinya panik dan takut ketika penyidik KPK datang untuk menangkapnya. Saat itu dia merasa marah, karena tidak merasa meminta uang kepada siapa pun.
"Awal mula pemufakatan pun terjadi begitu saja. Tidak tahu terkait kejadiannya, apalagi untuk merencanakan hal-hal yang melampaui batas kewenangan saya," lanjutnya.
Selama berminggu-minggu mendekam di penjara, membuat dirinya tersadar. Meski diakuinya sulit untuk menerima keadaan yang ada setelah ditetapkan sebagai tersangka.
"Saya stres, tidak nafsu makan, sakit, sampai berat badan pun turun belasan kilogram. Saya merasa tertekan dan bersalah pada keluarga saya," akunya.
Perlahan suara Nofel menjadi berat dan bergetar. Nofel menerima tuntutan JPU terhadap kasusnya, baginya hukuman dunia tak berbeda jauh dengan apa yang akan diterimanya di akhirat.
"Bagi saya tidak masalah jika saudara JPU menuntut saya hukuman berapa lama pun asalkan adil. Toh orientasi kita hidup bukan sampai di dunia saja, tapi jangkauannya juga jauh hingga akhirat," ucapnya pilu diiringi isak tangis air mata keluarga dan kerabatnya yang hadir di persidangan.
Sebelumnya, Nofel dituntut 5 tahun penjara oleh JPU, dan denda Rp200 juta dengan subsider 3 bulan kurungan. Jaksa juga menolak permohonan Nofel sebagai justice collaborator (JC) lantaran Mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla itu tidak memenuhi seluruh syarat sebagai JC.