Di Aceh, tantangan itu lebih besar. Berkaca pada Pilkada Aceh 2017, partisipasi perempuan dalam politik tergolong amat rendah.
Menurut data Aceh Institute, dari 80 lebih pasangan calon kepala daerah di Aceh pada pilkada lalu, hanya ada lima perempuan yang menempati posisi calon bupati/wali kota ataupun wakilnya.
Padahal, perempuan mendominasi jumlah pemilih kala itu. Dari 3.431.582 pemilih di Aceh, 1.744.854 orang di antaranya perempuan. Penyebabnya, tentu tertuding kepada parpol, yang dianggap tak mampu mendorong keterlibatan dan memanfaatkan potensi perempuan secara maksimal.
Menuju Pemilu 2019, sejumlah partai mulai berbenah. PPP misalnya, yang bertekad mendorong partisipasi perempuan dalam pemilihan legislatif.
"Kami yakin memenuhi keterwakilan perempuan yang akan diusung sebagai calon legislatif pada Pemilu 2019 mendatang," kata Ketua PPP Aceh, Tgk H Amri M Ali dikutip dari Antara, Kamis (15/3/2018).
Infografis (era.id)
Pendidikan politik
Demi mendorong potensi dan partisipasi perempuan, PPP Aceh akan melakukan pendidikan politik, termasuk menggelar diskusi politik untuk membahas aktualisasi pengusungan calon legislatif perempuan.
Selain mendorong potensi dan partisipasi, tujuan diskusi ini adalah untuk menjawab tantangan dan dinamika politik Indonesia, yang menurut Amri telah berubah, tak lagi sama.
Pendidikan politik bagi kader perempuan PPP Aceh, dikatakan Amri telah berjalan. Beberapa waktu lalu, kader perempuan PPP Aceh telah menggelar diskusi politik. Pesertanya pun luar biasa besar, 200 orang. Mereka datang dari internal partai, tokoh perempuan dan organisasi kewanitaan di seluruh Aceh.
Evi Susanti, pelaksana diskusi politik perempuan mengatakan, diskusi digelar untuk meningkatkan kapasitas politikus perempuan dalam menjawab keterwakilan perempuan pada Pemilu Legislatif 2019 mendatang.
"Selain itu, tujuan diskusi tersebut untuk meningkatkan optimisme perempuan, terutama kader PPP untuk ikut pemilu. Di mana perempuan bukan sekadar partisan semata, tetapi juga mampu memenangkan pemilu," kata Evi.
Kesertaan perempuan memang harus didorong. Selain sebagai tanggung jawab sosial parpol, toh sejatinya Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah mengatur syarat 30 persen keterwakilan perempuan.