Investigasi WHO di Wuhan Masih Enggan Jawab Satu Pertanyaan

| 30 Mar 2021 18:45
Investigasi WHO di Wuhan Masih Enggan Jawab Satu Pertanyaan
Peneliti WHO meninggalkan pameran tentang bagaimana China memerangi virus corona di Wuhan, Provinsi Hubei, China (30/1/2021). (ANTARA/REUTERS/Thomas Peter/aa)

ERA.id - Selama 27 hari, para peneliti lintas negara mengunjungi rumah-rumah sakit hingga pasar hewan di Wuhan, China - tempat pertama infeksi COVID-19 ditemukan - juga mendesak pejabat setempat untuk membagikan data yang diperlukan.

Namun, tim peneliti dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tersebut masih belum tahu asal-muasal penyakit COVID-19 yang kini hampir membunuh 2,8 juta manusia di seluruh dunia.

Berdasarkan laporan koran New York Times, yang pada Senin, (29/3/2021) merilis artikel terkait laporan setebal 124 halaman atas investigasi WHO dan China itu, laporan tersebut hanya mengandung sedikit informasi baru, apalagi terkait kecurigaan dunia Barat terhadap sikap Partai Komunis China yang dianggap kurang transparan.

Laporan tersebut juga tidak memuat tanda soal apakah Beijing masih mempersilakan komunitas peneliti internasional untuk melanjutkan investigasi, sebut New York Times.

"Investigasi itu berisiko jalan di tempat, dan kita mungkin tak akan pernah tahu asal muasal virus ini," sebut Yanzhong Huang, peneliti senior di Council on Foreign Relations, dikutip New York Times.

Tim investigasi juga menyatakan hipotesis virus COVID-19 akibat kebocoran lab "sangat sulit terjadi", meski sejumlah ilmuwan menyatakan pertanyaan seputar hal tersebut masih layak diselidiki.

Jesse Bloom, pakar biologi evolusioner di Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle, AS, mengaku masih yakin teori kebocoran lab bukan sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Ia tak menampik bahwa virus bisa berevolusi secara alami. Namun, ia juga tidak menemukan alasan mengesampingkan teori kebocoran lab.

Salah satu ilmuwan yang dikirim ke WHO, Peter Daszak, yang juga memimpin kelompok pencegahan pandemi EcoHealth Alliance, tidak setuju dengan siapapun yang mempertanyakan level kerjasama timnya dan tim pemerintah China. Ditulis di New York Times, ia meyakini teori kebocoran lab "sejak awal bernuansa politis".

Daszak juga mengaku tim WHO tidak dibatasi dalam mewawancara para peneliti China yang berada di lapangan ketika pandemi merebak.

Di sisi lain, Daszak menyadari dirinya dianggap punya agenda tertentu karena pernah bekerjasama dengan Institut Virologi Wuhan dalam meneliti virus coorna. Namun, menurutnya itu hal yang biasa dilakukan seorang ilmuwan.

"Kami tahu sedang berada di tempat yang tepat, karena kami tahu sedang ada risiko kala itu tentang kemunculan suatu virus," kata Daszak. "Kami melakukan penelitian di sana bersama tim peneliti virus tersebut, dan pandemi pun terjadi."

Hingga kini para ilmuwan WHO dan China masih meyakini teori bahwa virus corona baru ini bermula dari spesies kelelawar, lalu 'hinggap' di hewan lain, dan akhirnya menginfeksi manusia. Namun, menelusuri awal mula virus tersebut bukan hal yang mudah.

Sebagai jawaban, laporan tersebut menyarankan adanya lebih banyak penelitian terhadap kasus infeksi awal terhadap manusia, juga pengujian virus terhadap hewan ternak dan hewan liar di China dan Asia Tenggara.

Laporan tersebut juga menyarankan adanya penelusuran jejak distribusi virus dari peternakan menuju pasar di Wuhan. Dengan ini ada lebih banyak wawancara dan pengujian darah yang perlu dilakukan kepada peternak, pedagang pasar, dan pekerja lainnya.

Sayangnya, belum diketahui apakah Beijing masih mau terbuka terhadap penyelidikan lanjutan. Diterimanya tim WHO ke Wuhan telah digunakan media propaganda Beijing sebagai bukti keterbukaan China terhadap dunia. Momen tersebut dianggap sebagai pemulihan nama baik China di mata global.

Rekomendasi