Korupsi e-KTP Bercitarasa Pencucian Uang

| 29 Mar 2018 15:22
Korupsi e-KTP Bercitarasa Pencucian Uang
Terdakwa kasus koripsi pengadaan e-KTP, Setya Novanto. (Tasya/era.id)
Jakarta, era.id - Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menegaskan perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto bercita rasa pencucian uang. Jaksa menemukan uang korupsi e-KTP mengalir hingga ke luar negeri.

Dalam persidangan, jaksa membeberkan aliran uang korupsi ke enam negara, yakni Indonesia, Mauritius, AS, India, Singapura, dan Hong Kong. Aliran uang hasil korupsi proyek e-KTP lari ke luar negeri tanpa melalui sistem perbankan nasional sehingga akan terhindar dari deteksi otoritas pengawas keuangan di Indonesia,

"Untuk itu tidak berlebihan rasanya kalau penuntut umum menyimpulkan inilah perkara korupsi yang bercita rasa tindak pidana pencucian uang," kata Ketua tim JPU KPK Irene Putri, dalam sidang pembacaan surat tuntutan terhadap Novanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Aliran uang itu dalam persidangan terungkap berasal dari berbagai tempat penukaran mata uang asing (money changer). Selain itu, menurut jaksa, perkara tersebut menarik perhatian publik karena kepribadian Novanto sebagai politikus yang berpengaruh. Jaksa menyampaikan, Novanto kerap disebut-sebut dalam berbagai skandal korupsi sebelumnya namun selalu lolos.

"Pelaku yang diajukan ke muka persidangan adalah seorang politisi yang punya pengaruh kuat, pelobi ulung," ujar Irene.

Baca Juga : Novanto Siapkan Rp20 M untuk Suap KPK

Novanto didakwa menerima uang 7,3 juta dolar AS melalui pemilik OEM Investment Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte Made Oka Masagung seluruhnya 3,8 juta dolar AS, dan melalui keponakan Novanto, Diretur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo pada 19 Januari-Februari 2012 seluruhnya berjumlah 3,5 juta dolar AS.

Novanto juga didakwa menerima satu jam tangan Richard Mille seri RM 011 seharga 135.000 dolar AS yang dibeli pengusaha Andi Agustinus bersama Direktur PT Biomorf Industry Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena membantu memperlancar proses penganggaran.