IDI Tunda Pemecatan Dokter Terawan

| 09 Apr 2018 11:30
IDI Tunda Pemecatan Dokter Terawan
Katua Umum PB IDI, Ilham Oetama Marsis (Suriaman/era.id)
Jakarta, era.id -  Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menunda pelaksanakan putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI berupa sanksi pemecatan dan pencabutan rekomendasi izin praktik dr Terawan Agus Putranto. Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Pengurus Besar Prof dr Ilham Oetama Marsis, Senin (9/4/2018)

"PB IDI menunda melaksanakan putusan MKEK karena keadaan tertentu. Oleh karenanya ditegaskan bahwa hingga saat ini dr Terawan Agus Putranto masih berstatus sebagai anggota IDI," kata Marsis dalam konferensi pers di kantor PB IDI Jakarta.

Keputusan penundaan tersebut, lanjut Marsis, dilakukan karena IDI masih melakukan verifikasi dan mengumpulkan bukti-bukti tambahan terkait putusan MKEK juga jawaban dr Terawan dalam forum pembelaannya yang dilakukan pada Jumat (6/4).

Marsis lalu mengatakan, putusan MKEK IDI hanya berupa rekomendasi kepada PB IDI, sementara PB IDI bertugas sebagai eksekutor rekomendasi tersebut sehingga penundaan itu sangat tergantung pada pembuktian dengan hasil akhir putusan.

Sebelumnya, MKEK IDI merekomendasikan amar putusan pemberian sanksi kepada dr Terawan berupa pemecatan sebagai anggota IDI selama satu tahun dan pencabutan rekomendasi izin praktik.

Mereka pernah dirawat dr Terawan (Wildan/era.id)

Baca Juga : Dokter Terawan, Inovadi dan Ironi

MKEK IDI beralasan dr Terawan dianggap mengiklankan diri terkait metode terapi cuci otak melalui DSA yang dilakukannya, menarik bayaran besar, dan menjanjikan kesembuhan pada pasien di mana hal tersebut bertolak belakang dengan etika kedokteran.

Dari segi ilmiah, sejumlah ahli beranggapan metode cuci otak melalui DSA dan obat heparin bukanlah untuk pengobatan dan pencegahan stroke melainkan berfungsi untuk diagnosis penyakit dalam membantu mengetahui pemberian metode pengobatan yang tepat.

Baca Juga : Berkat Dokter Terawan, Prabowo Tahan Lama Pidato

Namun IDI merekomendasikan penilaian terhadap tindakan terapi dengan metode DSA atau cuci otak dilakukan oleh tim Health Technology Assesement (HTA) Kementerian Kesehatan. Marsis menjelaskan penilaian tindakan metode terapi cuci otak bukan pada ranah IDI.