Politisasi Agama ala PAN

| 15 Apr 2018 20:16
Politisasi Agama ala PAN
Ilustrasi Politisasi Agama Ala PAN (Abid Farhan Jihandoyo/era.id)
Jakarta, era.id - Pernyataan politikus Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais soal partai Allah dan partai setan jadi perdebatan. Pernyataan Amien juga membuka fenomena politisasi keagamaan yang terbukti makin gencar dilakukan berbagai pihak jelang Pemilu 2019.

Dua hari pasca tausiyah Amien di Mampang, Eggi Sudjana, tokoh gerakan 212 yang baru saja resmi jadi calon legislatif (caleg) dari partai berlambang matahari itu juga melakukan ceramah di Masjid Dzarratul Muthmainnah, Tangerang Selatan. Dalam ceramahnya, Eggi menyinggung buruknya pengelolaan sumber daya alam di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sebagai sumber kemiskinan masyarakat Indonesia.

Atas kondisi yang disebutnya mengkhawatirkan itu, Eggi mengajak jemaahnya buat mendukung gerakan ganti presiden di tahun 2019. "Nah kalau presiden buat kita miskin, jangan pilih presiden yang enggak benar. Maka, ada gerakan 2019 ganti presiden, kalau tidak membuat rakyat sejahtera," tutur Eggi.

Politisasi dari atas mimbar ini nyatanya turut disoroti oleh Aksa Mahmud, Ketua Masjid Sunda Kelapa. Aksa nampaknya gerah melihat bagaimana tempat ibadah dijadikan sarana berpolitik.

Baca: Jauhkan Mimbar Masjid dari Politik

"Dulu kencang orang pakai mimbar bicara politik menjelekkan orang, sekarang enggak boleh," tutur Aksa di Perpustakaan Nasional, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Minggu (15/4/2018).

Aksa memberi pencerahan. Baginya, Islam bukannya agama yang antipolitik. Malahan, kata Aksa, Islam sangat peduli pada persoalan politik, termasuk bagaimana membangun bangsa lewat pemilihan pemimpin yang baik. Tapi, politik dalam Islam tentu saja ditempuh lewat cara yang bermartabat, bukan dilakukan secara colongan, apalagi dari atas mimbar.

Pencerahan itu disampaikan Aksa saat mendeklarasikan bergabungnya 106 organisasi remaja masjid dan komunitas pemuda Islam dari berbagai kota dalam Indonesia Islamic Youth Economic Forum (ISYEF). Aksa juga meminta ISYEF tetap pada jalur dakwah tanpa muatan politisasi.

Baca: Amien Rais dan Kontroversinya

Lalu, ceramah seperti apa yang pantas didengar? 

Soal itu, Aksa kasih kita panduan, nih. Menurutnya, ceramah yang benar adalah ceramah yang didasari pada Alquran dan sunnah, bukan pada pandangan politik, apalagi didasari kebencian satu pihak kepada pihak lain.

"Dasarnya kita adalah Alquran dan sunnah, jadi semua orang akan difilter. Jangan dia enggak suka, orang diceramahkan, menceritakan kejelakan orang," tambahnya.

Baca: Jokowi Minta Generasi Muda Jadi Agen Toleransi

Soal ceramah-ceramah bermuatan politis ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu sejatinya sudah membuat aturan.

Lewat Peraturan KPU (PKPU) Nomor 7 Tahun 2015, KPU merancang sejumlah aturan yang tegas mengatur soal tempat ibadah yang harus steril dari politisasi, termasuk steril dari berbagai alat peraga kampanye.

Lalu, kenapa masih berpolitik ketika seharusnya khusyuk dalam damainya peribadatan?!

Rekomendasi