Sebagian besar dari mereka khawatir mendapat nilai rendah lantaran selama ini sekolahnya menggunakan kurikulum 2006. Sementara sekolah lanjutan yang diimpikan, mematok nilai ujian yang cukup tinggi.
"Lain kali kalau mau menjalankan kurikulum 2013 irisan 2006 dijalankan pada saat memang seluruh sekolah di Indonesia sudah melaksanakan kurikulum tersebut. Ini kan nyatanya masih banyak sekolah yang melaksanakan kurikulum 2006, bagaimana nasib kami?" tulis akun Instagram @ridapatreciaa.
Sejak 2001, Indonesia memang mengikuti standar pendidikan internasional Programme for International Student Assessment (PISA), dan Muhadjir mencoba mengaplikasikan standar tersebut dengan menerapkan High Order Thinking Skill (HOTS) sebesar 25 persen dari soal ujian. Namun sejauh ini, Indonesia baru menerapkan HOTS sekitar delapan persen.
Perubahan kurikulum ini tentunya cukup merepotkan para siswa. Pasalnya, sejumlah perubahan dipastikan terjadi. Dari strukturnya, jumlah mata pelajaran kurikulum 2006 di tingkat SD yang semula berjumlah 10 kini menjadi 6. Sementara di tingkat SMP, dari 12 menjadi 8.
Jumlah jam belajar juga mengalami penambahan sekitar 2-6 jam per pekan, dari 26-28 jam untuk tingkat SD dan 32-34 jam untuk SMP. Hal ini dikarenakan adanya perubahan pendekatan tematik integratif.
Kedudukan mata pelajaran juga mengalami perubahan. Jika pada kurikulum 2006, kompetensi diturunkan dari mata pelajaran maka dalam kurikulum 2013 kompetensi dikembangkan menjadi mata pelajaran.
Lalu, mata pelajaran yang semula terpisah antara satu dan lainnya kini diikat dalam kompetensi inti setiap jenjang kelas. Sementara tematik kelas I-III yang semula mengacu pada setiap mata pelajaran kini menjadi tematik integratif kelas I-VI yang mengacu pada kompetensi.
Ilustrasi (Yus/era.id)
Dari sisi penilaian, pada kurikulum 2006, tes lah yang mengukur hasil. Sementara pada kurikulum 2013, tes otentik berbasis kompetensi yang mengukur proses dan hasil.
Pengembangan kurikulum yang diterapkan pusat tidak lagi pada kompetensi dasar, tetapi sampai pada buku teks dan pedoman guru. Untuk satuan pendidikannnya juga tidak lagi mengembangkan kurikulum operasional (silabus, pembelajaran, buku teks, penilaian) melainkan hanya sebatas mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Proses pembelajarannya sudah tidak lagi dengan sistem eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi tetapi menjadi mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.
Penerapan kurikulum 2013 ini tentunya juga menimbulkan keluhan dari para pengajar. Salah satunya, terlalu banyaknya jumlah topik pada setiap mata pelajaran yang harus selesai dalam jam ajar yang relatif singkat. Para guru khawatir, para siswa tidak dapat menyerap topik secara maksimal.
Selain itu, banyaknya dokumen administratif yang harus dikerjakan juga jadi masalah. Mulai dari penyusunan RPP, pendesainan instrumen penilaian, dan pelaporan hasil penilaian.
Dalam kurikulum 2013, sistem active learning juga wajib dilaksanakan di mana siswa harus lebih aktif dalam bertanya, mencari jawaban, bahkan mencari materi tambahan agar metode pembelajaran dapat dikatakan berhasil.
Agar dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, para guru juga dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam menjalankan proses mengajar. Mereka dituntut memberikan motode-metode unik agar murid terstimulus dan termotivasi belajar aktif. Selain itu, para guru juga harus mampu membangkitkan rasa penasaran para murid, agar mereka lebih aktif di kelas.