Razan Najjar, Memilih Jadi Paramedis dan Simbol Perdamaian

| 03 Jun 2018 13:47
Razan Najjar, Memilih Jadi Paramedis dan Simbol Perdamaian
(Twitter: @ALQadiPAL)
Jakarta, era.id - "Paramedis, Paramedis," teriak soerang prajurit Amerika Serikat yang terluka. Desmond Doss, seorang paramedis lari terburu-buru untuk menolong. Di belakangnya, puluhan tentara AS juga jatuh terluka. Doss bertaruh dengan waktu untuk nyawa teman-temannya. Doss tergabung sebagai tenaga kesehatan, Pleton-2, Infanteri 307 tentara AS yang saat itu sedang bertarung melawan Jepang.

Doss adalah seorang pemuda yang seharusnya mampu menjadi tentara dibanding menjadi paramedis. Akan tetapi, Doss memilih jalan itu karena janjinya yang tidak akan pernah melakukan kekerasan dan membunuh orang lain. Perintah para pemimpin untuk angkat senjata pun ditolak, Doss pada saat itu dikenal dengan julukan si pembangkang (Consenscientious objector).

Pilihannya untuk tidak memegang senjata berakibat panjang. Pihak militer memenjarakannya untuk beberapa waktu. Sebelum akhirnya, Mahkamah Militer memberikan haknya untuk tidak bersenjata dan fokus menjadi dokter militer. Doss memimpin pasukan paramedis Divisi 77 AS di Hacksaw Ridge, dalam Pertempuran Okinawa melawan Jepang.

Pilihan tersebut tidak pernah salah, Dalam pertempuran Okinawa, Doss berhasil menyelamatkan 75 tentara AS yang menjadi korban perang. Perang terbesar pada PD II antara Sekutu dan Jepang tersebut telah membuat Doss dikenal sebagai salah satu paramedis terbaik yang pernah ada. Bahkan, Presiden AS saat itu Harry S Truman memberikannya penghargaan Medal of Honor, medali bergengsi bagi para tentara yang berjuang untuk negara.

Cerita ini adalah cuplikan dari film biografi berjudul Hecksaw ridge yang rilis tahun 2016. Dalam film garapan Mel Gibson ini, Desmond Doss diperankan oleh Andrew Garfield. Di film ini, Doss diceritakan sebagai seorang pahlawan.

Razan Najjar si paramedis dari Palestina 

Sama seperti apa yang dialami Desmond Doss, tidak ada yang salah dari Razan Najjar dan pilihannya sebagai paramedis Palestina yang aktif membantu korban dari perang Israel-Palestina. Kini, dirinya telah menjadi perlambang gerakan anti-perang dunia. Kematiannya akibat profesinya telah membantu masyarakat dunia sadar akan kekerasan yang diakibatkan oleh perang.

Jasadnya tidak mati begitu saja. Ribuan orang tumpah ruah di Jalanan Gaza menghantarkan jasadnya menuju peristirahatan terakhir. Ucapan takbir dari mulut masyarakat  mengalun untuk jasad sang pahlawan. Pada kematiannya, Najjar membawa pesan penting dampak perang dan cukup untuk menggugah kondisi saat ini.

Pilihan Razan Al Najjar untuk menjadi paramedis bukanlah tanpa alasan. Dia mengatakan ingin membuktikan bahwa perempuan memiliki peran dalam masyarakat konservatif Palestina di Gaza. 

"Menjadi tenaga media bukan hanya pekerjaan untuk seorang pria," kata Razan Al Najjar, dalam sebuah wawancara di kamp protes Gazza bulan lalu, dilansir dari nytimes.com

Ilustrasi (Yuswandi/era.id)

Najjar adalah seorang gadis penduduk Khuzaa, sebuah desa pertanian dekat perbatasan dengan Israel, di sebelah timur Khan Younis, di Jalur Gaza Selatan. Ayahnya, Asfraf Al-Najjar adalah pedagang suku cadang sepeda motor. Tokonya telah hancur pada 2014 setelah serangan udara Israel memborbardir perbatasan.

Najjar adalah anak sulung dari enam bersaudara. Najjar memilih menjadi para medis di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis setelah nilai ujian sekolahnya tidak cukup bagus untuk melanjutkan pendidikan di universitas.

Pilihannya menjadi paramedis awalnya membuat khawatir kedua orang tuanya. Akan tetapi, setelah melewat profesi tersebut beberapa lama, dirinya bangga akan anaknya.

"Najjar bercerita bahwa dirinya memiliki satu tujuan, yaitu untuk menyelematkan nyawa dan mengevakuasi orang, dan mengirim pesan ke dunia, Tanpa senjata, kita bisa melakukan apa saja untuk perdamaian," ujar bapak Najjar sehari setelah wafat anaknya, dilansir dari nytimes.com

Hari-hari terakhir Najjar dimulai pada Jumat, (1/5/2018), pada saat itu, ribuan warga Palestina melakukan demonstrasi di lima lokasi, sepanjang pagar keamanan. Demonstrasi tersebut menjadi tidak terkendali saat tentara Israel menuduh orang-orang Palestina menanam grana yang meledak di sisi pagar Israel.

Para tentara Israel merangsek memecah konsentrasi massa. Salah satu korban dari aksi represif tentara Israel tersebut adalah seorang pria tua yang sedang dipukul  kepalanya mengguna kan tabung gas air mata. Najjar yang saat itu bertugas dan melihat korban langsung berliar menggunakna mantel putihnya untuk menolong pria tua tersebut.

Razan al-Najjar mengalami kejadian nahas saat sedang memberikan pertolongan kepada demonstran tersebut. Najjar hembuskan nafas terakhir setelah selongsong peluru tepat bersarang di dadanya. Menurut juru bicara pemerintah Palestina, Najjar adalah orang ke-119 yang dibunuh oleh tentara Israel sejak masyarakat Palestina mengadakan demonstrasi pada bulan Maret lalu.