Dilansir dari Antara, tanpa terlihat canggung sedikit pun, diplomat kelahiran Beo, Sulawesi Utara, 22 Juli 1957, itu mengenakan sarung tenun khas Tanimbar, Maluku Tenggara Barat ketika menghadiri acara kehormatan di gedung megah dan bersejarah di sebelah Lapangan Tiananmen .
Sarung tersebut dipadukan dengan beskap warna hitam berkancing miring serta celana dan songkok penutup kepalanya. Perpaduan warna merah, hitam, dan sedikit kuning emas pada motif tenun ikat yang dililitkan menutup bagian atas celana mirip pakaian khas Betawi mampu menunjukkan cita rasa Nusantara di mata pemimpin negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Sebelum menyampaikan surat kepercayaan (kredensial) dari Presiden RI Joko Widodo kepada Presiden China Xi Jinpin, Djauhari sempat berbicara sekitar dua menit yang ditanggapai sekitar empat menit oleh Presiden Xi. Tak lupa Xi juga menyampaikan salam kepada Presiden Jokowi yang merupakan teman lamanya.
"Sampaikan salam hangat kepada beliau. Kapan pun beliau akan datang ke sini, saya siap menerimanya. Beliaulah yang bisa menentukan sendiri waktu yang tepat," ujar Xi kepada Djauhari mengenai rencana kunjungan kenegaraan Presiden Jokowi ke China.
Keduanya pun berfoto bersama sebelum mengakhiri prosesi kredensial bersama 12 duta besar negara lain yang berkedudukan di Beijing. Dalam kunjungan ini, Djauhari didampingi Wakil Dubes Listyowati, Koordinator Fungsi Protokol dan Kekonsuleran KBRI Beijing Ichsan Firdaus, dan Atase Pertahanan KBRI Beijing Kolonel (Inf) Mochamad Sjasul Arief.
Sarung pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke-14 dibawa para saudagar Arab dan Gujarat yang beragama Islam. Dalam perkembangannya, sarung tidak lagi identik dengan budaya Islam, khususnya di Tanah Jawa, karena umat Hindu di Bali juga mengenakan sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya sehingga berbentuk sarung untuk dikenakan ketika melaksanakan ritual keagamaan dan kebudayaan.
Baca Juga : Dubes Djauhari Dijadwalkan Bertemu Presiden China