Kalau kamu masih ingat, tahun lalu kepolisian sempat membongkar operasi jaringan pedofilia tersebut. Sejak saat itu, anggota-anggota jaringan ini sempat terpecah, keluar dari grup mesum tersebut. Alih-alih berhenti, para anggota grup yang terpecah itu malah membangun jaringan-jaringan pedofilia lain.
Baca Juga : Jaringan Loly Candy Hidup Lagi
Lewat grup WhatsApp dan telegram, bekas anggota-anggota Loly Candy itu kembali membuat wadah berkumpulnya para pedofiilia. Enggak tanggung-tanggung, kawan. Berdasar data yang diperoleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, seenggaknya ada 40 channel grup WhatsApp serupa Loly Candy, di mana rata-rata grup dihuni oleh 200-an orang.
Bahkan, grup Facebook private yang dibuat sejak September 2016 lalu itu pernah memiliki 7.479 anggota di dalamnya. Syukurnya, anggota grup ini enggak cuma dari Indonesia. Menurut polisi, mereka berasal dari 63 negara berbeda. Hmm.. coba bayangkan kalau jumlah pedofil di Indonesia sebanyak itu!
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan, polisi akan terus melakukan pengembangan untuk membongkar seluruh pihak yang terlibat dalam perkara ini. "Dari hasil pengungkapan tersebut, polisi mengamankan lima orang yaitu W alias Snorlax (27), DS alias Illu Inaya (24), DF alias T-key (17) dan SHDT (16) dan AAJ (21)," ujarnya di Mapolda Metro Jaya, Senin (25/6).
Mereka yang ditangkap kemarin, kata Argo berperan sebagai penyebar konten pornografi anak. "Ini sementara perannya adalah menyebarkan di WA (WhatsApp) grup atau Twitter. Jadi ada 40 WA grup dan tiap grup anggotanya banyak," ujarnya.
Ketiga pelaku itu terancam Pasal 27 ayat 1 Juncto Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 19/2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang ITE, dan Pasal 4 ayat 1 Juncto Pasal 29 dan atau Pasal 4 ayat 2 juncto Pasal 82 dan atau Pasal 761 juncto Pasal 88 UU Nomor 35/2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara paling singkat lima tahun.
Darurat pedofil
Institute Crime Justice Reform (ICJR) mencatat, ada 29 laporan tentang penyebaran pornografi anak di dunia maya. Dan dari laporan yang dihimpun 2015 itu, baru satu kasus yang selesai ditangani oleh kepolisian.
Itu baru satu laporan. Tahun 2015 pula. Catatan lain yang lebih mutakhir dirilis oleh End Child Prostitution and Trafficking (ECPAT), organisasi nirlaba yang bergerak melawan eksploitasi seksual komersial anak.
Pada September 2016 hingga Februari 2017, ECPAT mencatat enam kasus pornografi yang melibatkan anak-anak di dalamnya. Gilanya, menurut catatan itu, jumlah anak yang jadi korban eksploitasi seksual mencapai 157 anak.
Gentingnya masalah kejahatan seksual terhadap anak diamini oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto. Menurut pemetaan terkait ragam permasalahan anak di Indonesia, perkara kejahatan seksual menempati peringkat tiga, dua tingkat di bawah perkara terkait keterlibatan anak dalam kasus hukum yang ada di puncak pemetaan.
Fakta itu menggambarkan bahwa keamanan anak makin genting. Sebab, tahun lalu, pemetaan KPAI menempatkan kejahatan seksual terhadap anak di peringkat empat. Karenanya, KPAI mendorong otoritas terkait untuk bergerak cepat menekan angka tersebut.
Berdasar data lain yang dirilis KPAI, Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) tercatat sebagai daerah dengan angka kejahatan seksual terhadap anak paling tinggi. Entah apa penyebabnya. Yang jelas, data itu juga menempatkan sejumlah daerah dengan potensi pariwisata besar di dalam daftar.
"Memang sangat make sense sekali kalau Bali dan NTB menjadi dua kota yang rentan terhadap perkembangan pedofilia di Indonesia. Itu sebabnya kami mengharapkan stakeholder terutama pemerintah dan Kementerian terkait untuk bekerjasama melindungi anak-anak di lokasi destinasi tersebut," kata Susanto.
Kebiri pedofilia
Penegakan hukum disebut-sebut jadi elemen penting memberantas para pedofil. Sebab, polisi bukannya enggak gerak. Menurut Kepala Bareskrim Mabes Polri, Komisaris Jenderal Suhardi Alius, polisi bahkan telah menggelar pertemuan khusus dengan Federal Beaurau Investigation (FBI) untuk membahas persoalan ini.
Menurut Suhardi, dalam pertemuan itu, FBI membukakan catatan mereka tentang Indonesia yang jadi negara paling ramah pedofil di seluruh Asia. Lemahnya sanksi, kata Suhardi jadi penyebab utama tingginya angka kejahatan seksual terhadap anak.
Karenanya, Susanto mendorong penerapan hukuman kebiri bagi para pelaku pedofilia. "Pedofilia harus segera dimasukan aturan khusus dalam UU Pornografi," ucap Susanto.
"Kami masih meminta agar pemerintah segera mengesahkan hukum kebiri tersebut. Karena kalau sudah masuk hukum positif artinya sudah pasti membuat jera pelaku. Dan mengurangi jumlah pelaku yang akan melakukan pedofilian atau pelecehan terhadap anak," tambahnya.