Resesi Seks: Sebuah Fenomena Masyarakat Modern di Era Digital dan Pandemi
ERA.id - Tahukah Eramania, di zaman yang serba digital ini dunia seks dan kencan berubah dengan sangat cepat. Jika beberapa dekade lalu, seks akrab dengan kehidupan sehari-hari maka di masa sekarang banyak orang memilih diam hingga mengalami apa yang disebut sebagai resesi seks.
Salah satu penyebab resesi seks adalah adanya pandemi COVID-19 yang membuat banyak orang kurang melakukan seks, mulai dari orang dewasa awal hingga para remaja usia 20-an tahun.
Awal Penggunaan Istilah Resesi Seks
Istilah untuk kehidupan tanpa orgasme ini disebut sebagai resesi seks. Penggunaan istilah yang paling awal dimulai pada tahun 2018, ketika penulis Kate Julian memperhatikan tren tersebut.
Kate mempertanyakan bagaimana dunia bisa lebih terbuka untuk seks dan cara hidup yang tidak konvensional seperti poliamori. Meskipun demikian, seks semacam itu tetap mempertahankan untuk tidak berhubungan badan.
Selain pandemi COVID-19, beberapa pihak menyalahkan aplikasi kencan yang membuat ilusi atas ketidakmampuan orang untuk membangun hubungan seksual di dunia nyata.
Sementara itu, ada pihak yang yakin jika kurangnya pasangan seksual yang layak dan pandangan masyarakat (yang tabu dengan seks) menjadi penyebab utama resesi seks.
Resesi seks tidak terbatas pada kaum muda. Beberapa penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa orang dewasa (khususnya Amerika) dari segala usia rata-rata lebih sedikit berkencan dalam setahun belakangan ini.
Sekitar dua pertiga dari penurunan hubungan seks disebabkan oleh berkurangnya pernikahan atau hidup bersama. Kemudian sepertiga lainnya adalah penurunan seberapa sering pasangan menikah melakukan hubungan seks.
Fakta Menarik soal Resesi Seks
Dilansir dari laman resmi Institute for Family Studies, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nicholas H. Wolfinger ditemukan fakta jika hampir 30% responden lajang tidak berhubungan seks selama setahun terakhir.
Profesor Sosiologi dari University of Utah menyatakan jika seks hampir selalu merupakan awal dari hubungan jangka panjang. Namun pada faktanya, berdasar pengertian tersebut membuat banyak orang yang tidak siap untuk menemukan pasangan.
Sementara itu, sekitar satu dari tujuh orang dewasa yang belum menikah tidak bercita-cita untuk menikah. Beberapa dari mereka menghindari pernikahan dimungkinkan karena kehilangan potensi untuk hubungan seksual yang memuaskan.
Tren resesi seks memiliki implikasi lain untuk kesejahteraan manusia. Pada faktanya, kebanyakan orang ingin menikah mayoritas bercita-cita melakukan hubungan intim. Namun disisi lain, orang-orang (penelitian dengan sampel Amerika) memiliki lebih sedikit anak daripada yang mereka inginkan.
Selain itu fenomena LGBT juga mendukung fenomena resesi seks tersebut, lantaran mereka pada akhirnya menghasilkan persalinan melalui proses adopsi. Meskipun demikian, terdapat sisi positif dari adanya resesi seks yaitu lebih sedikit kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja.
Resesi Seks Bagian dari Fenomena Masyarakat Modern
Secara lebih luas, resesi seks memberitahu kita tentang sesuatu dalam kehidupan modern. Ada kemungkinan menarik dari fenomena resesi seks adalah orang-orang akan menyublim, menenggelamkan, atau menggantikan hasrat bawaan manusia mereka untuk seks dalam kehidupan digital.
Tidak dapat dipungkiri, kini banyak orang lebih nyaman untuk hidup secara online di media sosial atau dalam video game. Tren semacam ini semakin cepat berkembang dalam isolasi yang diberlakukan selama oleh pandemi COVID-19.
Selain resesi seks, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu ingin tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman.