Penganiaya Ade Armando Dihukum 8 Bulan Penjara, PSI: Tak Beri Efek Jera, Jaksa Harus Banding

ERA.id - Partai Solidaritas Indonesia menyesalkan vonis hakim yang lebih rendah dari tuntutan jaksa dalam kasus pengeroyokan dan penganiayaan berat terhadap Ade Armando. Keenam terdakwa dihukum 8 bulan, sedangkan tuntutan jaksa adalah 2 tahun.

“Jaksa harus banding. Tentunya tuntutan 2 tahun yang diajukan telah dipertimbangkan masak-masak sesuai pedoman penuntutan. Vonis kurang dari 2/3 tuntutan jaksa tidak mencerminkan Keadilan Hukum dan tidak menghadirkan efek jera,” demikian pernyataan Juru Bicara DPP PSI Ariyo Bimmo dalam keterangan tertulisnya (2/9/2022).

PSI menyayangkan pertimbangan majelis hakim yang memberikan hukuman ringan berdasarkan alasan terdakwa mengakui kesalahan dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya. “Benar bahwa secara teknis hal tersebut dapat meringankan vonis, tapi hakim juga harus mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan sebagaimana dalam tuntutan jaksa,” tukas Bimmo. Selama proses persidangan, para terdakwa tidak memperlihatkan penyesalan kecuali Ali Fikri Hidayatullah.

Menurut jaksa penuntut umum, perbuatan para terdakwa dinilai membahayakan nyawa orang lain. Dengan adanya pemberatan tersebut, ancaman pidana Pasal 170 KUHP yang dapat dikenakan maksimal 9 tahun penjara.

“Jelas sekali putusan ini timpang. Hakim seharusnya tidak hanya memperhatikan unsur memperingan, tetapi (justru) unsur yang memberatkan. Jiwa besar Ade Armando memaafkan pelaku tidak sepantasnya mengurangi vonis menjadi 1/3 dari tuntutan. Terlebih penganiayaan berat tersebut membahayakan nyawa Ade Armando sebagai dosen yang banyak berkontribusi bagi kecerdasan generasi muda Indonesia,” ujar mantan akademisi di Fakultas Hukum UI ini.

Alasan membahayakan nyawa orang lain diambil dari fakta hukum yang telah melalui pembuktian dalam proses persidangan. Bukti-bukti pemeriksaan medis yang dihadirkan seharusnya dapat membuat hakim melihat bahwa risiko cacat permanen dan kematian membayangi kondisi korban pada saat terjadinya pengeroyokan.

“Hakim semestinya lebih mempertimbangkan fakta persidangan. Mengakui kesalahan dan janji tidak akan mengulang itu semua orang bisa katakan, tapi hal terssebut bukanlah sesuatu yang bisa men-korting tuntutan jaksa sampai 60 persen. Apalagi bila pengakuan tersebut dilakukan dengan setengah hati,” tambahnya.  

PSI berharap jaksa banding dan pengadilan tinggi akan memeriksa, memutus dan mengadili sendiri dengan vonis yang minimal sama dengan tuntutan jaksa. “Bahkan harusnya lebih berat karena para terdakwa telah menimbulkan ketakutan di antara masyarakat yang tengah memperjuangkan demokrasi dan kebebasan berpendapat,” tutup Bimmo.