Wacana Jokowi Jadi Cawapres 2024, Ketua KPU: Ada Problem Konstitusi
ERA.id - Muncul wacana Presiden Joko Widodo bakal maju kembali di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 sebagai calon wakil presiden (cawapres), menyusul tidak adanya larangan bagi presiden yang sudah menjabat selama dua periode kemudian mencalonkan diri sebagai wakil presiden.
Terkait hal tersebut, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mewanti-wanti adanya problem konstitusi. Sebab, bersinggungan dengan masa jabatan presiden yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, khususnya pada Pasal 8.
"Dalam hal seseorang telah menjabat sebagai presiden selama dua kali masa jabatan, dan kemudian mencalonkan diri sebagai calon wapres, terdapat problem konstitusional, sebagaimana ketentuan norma pasal 8 UUD," kata Hasyim kepada wartawan, Kamis (15/9/2022).
Adapun Pasal 8 UUD 1945 mengatur tentang wakil presiden dapat menggantikan posisi presiden dalam kondisi tertentu.
Hasyim mengatakan, meskipun orang yang sudah pernah menjabat presiden selama dua periode lalu di periode berikutnya mejadi wakil presiden tidak dilarang dan tetap sah secara konstitusional. Namun akan menjadi masalah jika di tengah jalan menggantikan posisi presiden terpilih.
"Bila B sebagai capres terpilih dan dilantik sebagai presiden, dan A dilantik sebagai wakil presiden, maka dalam hal terjadi situasi sebagaimana Pasal 8 UUD, maka A tidak dapat menggantikan keududukan sebagai presiden," kata Hasyim.
Sebab, kata Hasyim, orang yang menjadi wakil presiden terpilih sudah pernah menjadi presiden dalam dua kali masa jabatan.
"Dalam situasi tersebut, A tidak memenuhi syarat sebagai Presiden sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," katanya.
Sebelumnya, Juru Bicara MK Fajar Laksono menyebut tak ada aturan yang melarang seorang presiden yang sudah menjabat dua periode, maju sebagai calon wakil presiden (cawapres).
"Soal Presiden yang telah menjabat dua periode lalu mencalonkan diri sebagai m cawapres, itu tidak diatur secara eksplisit dalam UUD," kata Fajar Laksono kepada wartawan, Senin (11/9).
Dia mengatakan, aturan dalam UUD bebas diartikan namun sesuai dengan argunentasinya masing-masing. Namun, memang tidak ada aturan yang melarang.
"Secara normatif mau dimaknai "boleh", sangat bisa. Secara etika politik dimaknai "tidak boleh", bisa juga. Tergantung argumentasi masing-masing. Intinya, itu tidak ada aturan eksplisit di UUD," ujarnya.
Untuk diketahui, Pasal 7 UUD 1945 berbunyi, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Kemudian Pasal 8 ayat (1) UUD 1945 berbunyi, Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.
Lalu pada Pasal 169 huruf n UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi, belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.