KPK Kembali Panggil Idrus Marham Terkait Suap PLTU-1 Riau
"Idrus Marham dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka JBK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (26/7/2018).
Selain Idrus, penyidik KPK juga akan melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi lain di antaranya Direktur Operasional PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI) Dwi Hartono; Direktur Keuangan PT PJBI Amir Faisal; dan corporate secretary PT PJBI Lusiana Ester.
Pemeriksaan terhadap Idrus ini merupakan pemeriksaan yang kedua. Pada pemeriksaan yang lalu, politikus Partai Golkar ini diperiksa untuk tersangka anggota DPR RI Eni Maulani Saragih. Saat itu, Idrus mengaku bahwa dirinya mengenal kedua tersangka tersebut.
Sebelumnya, KPK menangkap Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih di rumah Menteri Sosial Idrus Marham. Saat itu, Eni tengah menghadiri acara ulang tahun anak dari Idrus Marham.
Setelah gelar perkara selama 1x24 jam, KPK menetapkan Eni sebagai tersangka penerimaan suap terkait proyek PLTU-1 Riau. Suap itu diberikan oleh pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budistrisno Kotjo yang kemudian juga ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Dari operasi senyap ini, penyidik KPK juga mengamankan uang sebesar Rp500 juta yang diduga merupakan penerimaan keempat dan merupakan komitmen fee untuk Eni.
Setelah itu, KPK melakukan penggeledahan secara berturut-turut di beberapa tempat seperti rumah pribadi Dirut PT PLN Sofyan Basyir; rumah pribadi Eni; kantor Eni di Gedung DPR RI; kantor pusat PT PLN; bahkan menggeledah Gedung Indonesia Power. Adapun bukti yang disita oleh tim penyidik adalah CCTV dan barang bukti elektronik lainnya.
"Cukup banyak dokumen terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1 yang kami temukan di tiga lokasi yang digeledah. Termasuk dokumen yang menjelaskan skema kerja sama sejumlah pihak di kasus ini. Ada juga barang bukti elektronik yang diamankan di antaranya CCTV dan alat komunikasi (handphone)," ungkap Febri.
Dalam kasus ini, sebagai pihak penerima, Eni kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pihak pemberi, Johannes disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.