KPK Periksa Idrus Marham Terkait Suap Proyek PLTU Riau-1
"Hari ini, 31 Agustus 2018 diagendakan pemeriksaan 2 tersangka yaitu: EMS (Eni Maulani Saragih) dan IM (Idrus Marham)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Jumat (31/8/2018).
Selain dua tersangka tersebut, KPK juga ikut memeriksa seorang saksi yang merupakan Direktur Operasional PT PJBI Dwi Hartono. Pemeriksaan itu, dilakukan penyidik untuk mendalami dugaan terkait penerimaan suap terhadap dua tersangka serta pertemuan-pertemuan yang pernah dilakukan terkait proyek PLTU Riau-1.
"Penyidik perlu mendalami dugaan perbuatan yang dilakukan oleh tersangka seperti pertemuan, pembicaraan tentang Proyek PLTU Riau-1 dan mekanisme dan skema kerjasama proyek PLTU Riau-1," ungkap Febri.
Sebagai informasi, KPK menangkap Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih di rumah Menteri Sosial Idrus Marham. Saat itu, Eni tengah menghadiri acara ulang tahun anak dari Idrus Marham. Setelah itu, KPK melakukan gelar perkara selama 1x24 jam, dan hasilnya menetapkan Eni sebagai tersangka penerimaan suap terkait proyek PLTU-1 Riau.
Suap itu diberikan oleh pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budistrisno Kotjo yang kemudian juga ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Selain menetap Eni dan Johannes sebagai tersangka, KPK kemudian menetapkan mantan Menteri Sosial Idrus Marham sebagai tersangka. Dalam kasus ini, Idrus diduga bersama dengan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih telah menerima hadiah atau janji dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) terkait kontrak kerjasama pembangunan PLTU Riau-1. Idrus juga disebut oleh lembaga antirasuah turut berperan mendorong proses jual beli dalam proyek ini.
Mantan Sekjen Partai Golkar ini diduga menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama dengan jatah Eni sebesar 1,5 juta dolar AS yang dijanjikan oleh Johannes sebagai pengusaha kalau dirinya berhasil memuluskan langkah Johannes dalam mendapatkan kontrak kerjasama pembangunan pembangkit listrik tersebut.
Karena dugaan tersebut, Idrus kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 56 ke-2 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.