Tidak Lebih Unggul Dari Negara Tetangga, Ini Penyebab Pekerja Indonesia Kalah Saing
ERA.id - Sepanjang tahun 2021 Pekerja Migran Indonesia mengirim devisa sebesar Rp130 triliun atau setara USD 8,52 miliar. Sementara di tahun yang sama, pekerja migran Filipina mampu mengirim dengan angka yang lebih besar hampir empat kali lipat yakni USD 31,4 miliar. Apa yang membuat hal ini begitu jomplang? Jawabannya terletak pada penguasaan bahasa asing terutama Bahasa Inggris.
“Devisa yg dibawa pekerja migran Filipina, jauh dibandingkan yang dibawa oleh pekerja Indonesia, walaupun secara kuantitas kita lebih banyak. Lagi-lagi karena faktor Bahasa, kita tidak
bisa memaksimalkan itu,” ujar Helmy Yahya dalam kanal video berbagi miliknya yang bertajuk Helmy Yahya Bicara.
Pria yang pernah dijuluki sebagai Raja Kuis Indonesia ini berbincang dengan Tomy Yunus, CEO & Co-Founder Cakap, mengenai pentingnya kualitas SDM Indonesia dan upaya dalam meningkatkannya.
“Dari testimonial dan riset kita, orang Indonesia itu hospitalitynya sangat bagus, lalu juga pekerja keras, cara kerja bagus. Melayaninya bagus terutama di Hong Kong, Taiwan. Teman2 saya di sana bilang mereka sangat comfortable punya pekerja dari Indonesia,” Ujar Tomy.
Hal ini langsung direspon oleh Helmy dengan pernyataan yang menyayangkan fakta tersebut.
“Sedih banget ya melihat fakta, bahwa untuk skill yang sama gajinya lebih kecil dari orang filipina. Jangan ngomong orang Malaysia, Singapura deh. Sekali lagi faktor bahasa,” timpal Tomy.
Selain kompetensi bahasa asing yang masih rendah, Helmy dan Tomy juga menyoroti keterampilan yang tidak merata diantara anak bangsa. Banyak pekerja kreatif terpusat hanya di Pulau Jawa saja. Bahkan pekerja di bidang hospitality di daerah wisata super prioritas masih didominasi “kiriman” dari Jawa.
“Di hotel-hotel masih banyak (pekerja) dari Pulau Jawa, seharusnya bisa lebih lokal. (persoalannya) kembali lagi ke Bahasa asing. Akan lebih bagus kita lakukan training secara cepat dan merata sehingga ada penyerapan yang lebih masiv. Ini tujuan besar kita,” ujar Tomy.
Helmy pun menanggapi dengan pertanyaan “Jadi yang orang Labuan Bajo, Likupang, belajar bahasa asing ga perlu ke Jakarta lagi?”
“Sekarang semua sudah digital,” pungkas Tomy.
Di akhir perbincangan Helmy berbagi pengalamannya les bahasa asing sejak kecil.
“Sejak SD saya dan kakak saya, Tantowi, sudah disuruh kursus Bahasa Inggris oleh Papa kami. Untuk mencapai tempat kursusnya, kami harus berjalan kaki sejauh 15 kilometer. Kalau boleh marah, mau marah. Tetapi, kelak di kemudian hari, saya berhasil kuliah di Amerika dan kakak saya berhasil menjadi diplomat,” ungkap Helmy.
Pria berkacamata ini juga menyoroti masih rendahnya kecakapan bahasa asing terutama Inggris di Indonesia dan ini hal yang mesti ditingkatkan lagi.
“English proficiency Indonesia masih rendah, terutama di luar Jawa," sambungnya.
Berdasarkan rilis salah satu lembaga bahasa Internasional, Indonesia berada di peringkat 80 (rendah) dari 112 negara. Jauh di bawah Singapura yang berada di peringkat 4 dan Filipina di peringkat 18.
“Sekarang ini untuk menguasai dunia, meningkatkan karir, gaji, investasi, karena terkadang harus berinteraksi dengan orang luar, Bahasa Inggris maupun Mandarin), kemampuan bahasa asing jadi keharusan untuk kita bisa sukses,” tutup Helmy dalam dialog 51 menit tersebut yang turut di amini oleh Tomy.