Pemerintah Akomodasi Usulan DPR soal Rekayasa Kasus ke dalam RKUHP, Pelaku Bisa Dipidana 6-9 Tahun

ERA.id - Pemerintah mengakomodasi usulan Komisi III DPR RI dan masyarakat sipil, terkait rekayasa kasus ke dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Reformulasi Pasal 278-280 untuk mengadopsi usulan mengenai rekayasa kasus," bunyi keterangan dalam daftar inventaris masalah (DIM) RKUHP yang dipaparkan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada Kamis (24/11/2022) kemarin.

Pada Pasal 278 seperti yang dimaksud dalam DIM RKUHP, berisi tiga ayat. Dalam ayat 1 menyebutkan bahwa seseorang dapat dipidana penjara selama enam tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, bila melakukan penyesatan dalam proses peradilan.

Adapun yang dimaksud dengan penyesatan proses peradilan di antaranya yaitu memalsukan, membuat, atau mengajukan bukti palsu untuk dipergunakan dalam proses peradilan.

Mengarahakan saksi untuk memberikan keterangan palsu di sidang pengadilan. Kemudian mengubah, merusak, menyembunyikan, menghilangkan atau menghancurkan alat bukti. Lalu mengubah, merusak, menyembunyikan, menghilangkan atau menghancurkan barang, alat, atau sarana yang dipakai untuk melakukan tindak pidana atau menjadi obyek tindak pidana, atau hasil yang dapat menjadi bukti fisik dilakukannya tindak pidana atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan pejabat yang berwenang setelah tindak pidana terjadi.

"Menampilkan diri seolah-oleh sebagai pelaku tindak pidana, sehingga yang bersangkutan menjalani proses peradilan pidana," ujar Eddy membacakan Pasal 278 ayat (1) huruf e.

Kemudian, pada Pasal 278 ayat 2 disebutkan bahwa, seseorang dapat diekanakan pidana penjara selama 7,6 tahun atau denda paling banyak kategori VI, apabila tindak pidana rekayasa kasus dialukan dalam proses peradilan.

Namun, jika hal tersebut dilakukan oleh aparat penegak hukum atau petugas pengadilan, maka dapat dijerat pidana penjara selama sembilan tahun atau denda paling banyak kategori VI.

Lalu pada ayat 3 menjelakan tambahan pidana sebanyak satu pertiga dari pidana pada ayat 2 apabila perbuatan rekayasa kasus mengakibatkan tiga hal.

Seperti yang bersalah dinyatakan tidak bersalah, yang seharusnya tidak bersalah dinyatakan bersalah, dan dikenakan pasal yang lebih ringan atau lebih berat dari yang seharusnya.

"Pidananya dapat ditambah satu per tiga dari pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Ini saya kira yang dimaksudkan dengan rekayasa kasus," kata Eddy.

Sejumlah anggota Komisi III DPR RI mengapresiasi langkah pemerintah yang telah mengadopsi usulan mereka dengan mereformulasi pasal di RKUHP.

"Pemerintah sudah mengakomodir usulan yang kita sampaikan di DPR ini terkait dengan rekayasa kasus. Saya ucapkan terima kasih," ujar anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem Taufik Basari.

Senada, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Demokrat Hinca Pandjaitan juga mengapresiasi langkah pemerintah yang telah memasukan soal rekayasa kasus ke dalam RKUHP. Dia menjelaskan bahwa usulan itu bukan hanya berasal dari parlemen, melainkan aspirasi dari masyarakat.

"Tentang rekayasa kasus. Kami menghargai dan terima kasih betul, pemerintah sudah bisa memasukan ini karena ini adalah suara masyarakat," kata Hinca.

Untuk diketahui, usulan terkait rekayasa kasus tersebut sempat diutarakan oleh anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP Arsul Sani pada 9 Novemer 2022 lalu.

Arsul mencontohkan banyaknya tindak pidana narkotika yang kerap direkayasa. "Sering terjadi tindak pidana narkotika tapi ditaruh di mana, ini untuk mengcover, untuk memastikan bahwa penegakan hukum kita adil dan tidak dibuat-buat," ujarnya.

Pemerintah dan DPR RI kini telah menyepakati bahwa RKUHP akan dibawa ke rapat paripurna untuk pengambilan keputusan tingkat II atau disahkan sebagai undang-undang.