Curhatan Pilu Guru Honorer di Medan Melihat HGN Tahun 2022
ERA.id - 25 November menjadi Hari Guru Nasional (HGN). Pada tahun 2022 ini, HGN sudah masuk usia ke-77. Meski begitu, sejumlah persoalan masih menghantui guru honorer.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) merilis pidato Menteri Kemendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim di laman website kemdikbud.go.id.
Ada beberapa poin yang disampaikan dalam pidato tersebut seperti Merdeka Belajar, Platform Merdeka Mengajar, Program Guru Penggerak, dan Program Profesi Guru (PGG) Prajabatan.
Nadiem meyakinkan ide brilian di dalam program tersebut perlu didukung dengan kesejahteraan guru. Dia menyebut, Kemendikbudristek telah memprioritaskan pengangkatan guru honorer sebagai aparatur sipil negara (ASN) melalui seleksi ASN Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK atau P3K).
"Saya tidak menutup mata bahwa memang masih banyak hal yang perlu disempurnakan dalam program ini. Karena itulah semua dari kita harus bergotong royong agar target kita, yakni satu juta guru diangkat sebagai ASN PPPK dapat terwujud," tulisnya.
Menyejahterakan guru honorer melalui pengangkatan ASN PPPK telah menjadi problematik, khususnya terhadap para guru honorer di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Mereka telah memulai tonggak perjuangan sejak tahun 2013 lalu yang kini tergabung dalam Forum Honorer Indonesia (FHI) Kota Medan.
FHI Kota Medan mencatat, semula ada sebanyak 2.000 guru honorer dan saat ini tersisa 676 orang. Mereka telah puluhan tahun menjadi guru honorer baik mengajar di sekolah negeri dan swasta.
Para guru honorer ini menggantungkan hidup dengan upah atau gaji yang diterima per bulannya bekisar Rp300 ribu sampai Rp400 ribu. Gaji ini untuk guru bidang studi. Sedangkan guru yang menduduki posisi wali kelas memperoleh gaji sebesar Rp600 ribu per bulan.
Itupun syukur-syukur disalurkan tepat waktu atau periode per bulan. Karena, mereka sendiri kerap di hadapkan dengan keterlambatan penyaluran gaji tersebut. Bahkan mereka baru menerima gaji itu setelah tiga bulan lamanya.
Rendahnya upah yang diterima plus telat tersalurkan, memaksa mereka meminjam uang untuk mencukupi kebutuhan hidup. Gali lubang tutup lobang telah akrab bagi mereka.
Masalah terhadap guru honorer di Kota Medan kian bertambah, saat panitia membuka ujian seleksi nasional. Guru-guru honorer di FHI Kota Medan ini telah mengikuti ujian tersebut pada tahun 2013.
Namun sampai detik ini hasil ujian itu masih menjadi tanda tanya setelah panitia seleksi nasional tak kunjung menyiarkan kepada mereka. Saat menanti, ada beberapa dari mereka sudah tutup usia, ada juga yang sudah pensiun, bahkan ada juga yang sudah melihat anak didiknya telah menjadi guru yang statusnya pegawai negeri sipil (PNS).
FHI Kota Medan tercatat telah dua kali menggelar aksi terkait persoalan ini pada tahun 2014. Pertama aksi itu dilakukan di depan Istana Kepresidenan dan Senayan, Gedung DPR/MPR RI.
Ketua FHI Kota Medan, Fahrul mengungkapan persoalan ini begitu menggambarkan dilema guru honorer ketika memperingati HGN. Dia menilai, sampai saat ini belum ada aksi nyata terkait nasib guru honorer dari pemerintah.
"Guru honorer K2, kemarin itu namanya ada di Pemkot Medan, saya tengok kemarin sudah nggak ada lagi namanya. berarti masih ada kendala untuk penerimaan PPPK," ungkapnya kepada ERA, Jumat (25/11/2022).
"Terus ada salah satu contoh kasus dari guru honorer. Kemarin dia ikut K2, ujian, SKB penempatannya. Rupanya formasinya untuk sekarang ini, dia tidak ada. Jadi dia tidak bisa ikut dalam pendataan PPPK ini," tambah Fahrul.
Fahrul menyebut guru-guru yang mengikuti ujian tersebut telah mengajar puluhan tahun sebagai guru honorer. Dia juga kecewa, sampai hari ini hasil ujian itu tak kunjung diekspose panitia seleksi nasional.
"Jadi apalagi, data ada di BKN, jadi dengan adanya Hari Guru Nasional ini ke-77 ini, saya tengok hanya sepintas hanya untuk memperingati aja, penghargaan untuk guru itu tidak ada saya lihat," ujarnya.
Untuk persoalan kesejahteraan terutama gaji, FHI Kota Medan telah beberapa kali mendorong Pemkot Medan dan DPRD Kota Medan untuk lebih menaruh perhatian. Dorongan itu menghasilkan satu upaya yakni memberi intensif.
Fahrul mengatakan DPRD Kota Medan melalui Komisi B menyepakati aturan pemberian intensif yakni tergantung masa kerja. Untuk nominalnya Rp250 ribu, Rp400 ribu, Rp600 ribu, Rp800 ribu, dan tertinggi Rp1 juta.
Namun dia menyebut masih banyak kekurangan dalam kebajikan tersebut. Salah satunya penyaluran telat hingga tiga bulan, yang sebelumnya disepakati disalurkan per bulan.
"Dan itu hanya diperuntukkan guru honorer di sekolah negeri sementara di swasta nggak. Nggak semua juga gaji di sekolah swasta besar, jadi harapan kawan-kawan, mereka dapat juga uang intensif," terangnya.
Fahrul menilai pemerintah telah abai terhadap guru honorer yang telah mengajar puluhan tahun. Dia juga menduga ujian seleksi hanya untuk membungkus praktik kolusi dan nepotisme.
"Sekarang ini lagi pendataan, saya bilang untuk apa pendataan, jika nantinya yang masuk yang dekat sama kepala sekolah, familinya, yang dekat sama orang dinas, itu yang khawatirkan. Kalau dalam pendataan ini sudah tahu semuanya itu, masalah pendataan ini. Nanti dimasukkan familinya, anaknya," ujarnya.
Atas dasar itu, Fahrul menilai HGN 2022 hanya sebatas seremonial setelah tidak adanya aksi nyata dan langkah konkrit dari pemerintah dalam mengatasi problematik guru honorer.
"Saya lihat Hari Guru Nasional ini ya, guru-guru ini hanya sekadar memperingati aja, kalau untuk kesejahteraan, itu tidak ada dipandang sampai saat ini. Sampai sekarang ini ternyata guru honorer itu gini-gini aja nasibnya, terutama yang K2 tidak ada kejelasan," pungkasnya.