Komeng jadi Simbol Lawan Trauma Gempa di Lombok

Lombok, era.id - Komeng, salah satu komedian termasyhur Tanah Air mengunjungi korban gempa di sejumlah wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), dalam sebuah misi kemanusiaan yang boleh lah kami sebut paling keren dan begitu manusiawi: berbagi tawa dan bahagia.

Apa lagi coba yang lebih manusiawi dari tawa? Barangkali tangis. Tapi, jelas sudah terlalu banyak tangis soal bencana Lombok ini. Dan Komeng, hadir bagai 'gula jawa', yang membawa tawa setelah tangis melanda. Bersama Palang Merah Indonesia (PMI), Komeng keliling kemp-kemp pengungsian, jadi pelipur lara di tengah gulana.

PMI sadar betul, selain bantuan makanan, perlengkapan tidur, pakaian, dan tenaga kesehatan, saudara-saudara kita korban gempa Lombok juga membutuhkan tawa untuk memicu rasa bahagia. Dan PMI tepat betul. Enggak ada yang lain memang, kecuali Komeng dan jutaan celetukan jenakanya.

Dalam misi berbagi tawa dan bahagia itu, Komeng enggak sendirian. Bersama Komeng, PMI memberangkatkan dua komedian lain yang merupakan sohib kental Komeng: Rudi Sipit dan Idan Separo. Ya, sehebat-hebatnya Ethan Hunt, ia tetap butuh Benji dan Luther untuk mendukung misinya. Sekocak-kocaknya Komeng, dia tetap butuh lawan untuk bertukar celotehan. Begitu kira-kira.

Menurut Humas PMI, Aulia Arriani, Komeng, Rudi Sipit dan Idan Separo akan bergabung bersama relawan-relawan lain yang telah ditempatkan di sejumlah titik di NTB. "Mereka sudah berangkat pada Sabtu, (11/8/2018) siang, yang nantinya bergabung di Posko PMI di NTB bersama para relawan yang sudah bertugas sebelumnya," kata Aulia.

Mereka akan menjalani misi khusus, yaitu mendorong langkah-langkah pemulihan psikologis para korban gempa lewat rangkaian kegiatan unik dan menarik pendukung terapi psikososial yang disebut "Play Theraphy".

"Mengajak bermain, melawak, bernyanyi dan tertawa bersama sebagai cara untuk menghilangkan trauma kepada pengungsi korban gempa Lombok. Tak hanya itu, Komeng CS juga bantu distribusi air bersih untuk warga, loh!" tutur Aulia.

Kondisi pengungsian di Lombok Utara (Sumber: Instagram/PMI)

Positive vibes

Selain bantuan-bantuan material, positive vibes adalah salah satu hal yang paling dibutuhkan para korban selamat gempa Lombok. Bukan cuma buat yang terluka, tapi juga mereka yang kehilangan rumah, harta benda dan kehilangan anggota keluarga serta orang-orang tercinta, atau pun mereka yang sekadar kehilangan keberanian akibat trauma.

PMI sendiri sangat percaya bahwa dukungan psikologis sangat penting. Sebab, gempa di Lombok ini merupakan salah satu bencana alam yang dampaknya paling parah. Mengutip data Posko Induk Provinsi NTB per siang hari ini, tercatat korban meninggal gempa Lombok mencapai angka 458 jiwa. 1.353 lain tercatat sebagai korban luka. 

Itu baru catatan yang merujuk pada dampak dari peristiwa. Belum lagi hasil observasi yang dilakukan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang menunjukkan adanya deformasi tanah akibat gempa di wilayah NTB yang akan memicu sejumlah masalah, mulai dari kekeringan hingga bencana susulan lain.

Menurut PVMBG, masyarakat masih perlu waspada karena gempa susulan, bahkan potensi tsunami masih mungkin terjadi di waktu-waktu mendatang. "Dalam penjelasan peta, saya akan mudah terbaca kawasan yang memiliki kemampuan memperkuat guncangan gempa bumi dan warna hijau yang memiliki daya serap yang baik untuk air bersih," kata Kepala Bidang Mitigasi Badan Geologi, Sri Hediyati.

Selain kondisi-kondisi alamiah, tingkah sejumlah orang berpikiran sesat yang sempat-sempatnya memolitisasi bencana juga jadi ujian tersendiri. Kalau kamu ingat, beberapa waktu lalu, media sosial diramaikan oleh berbagai pendapat yang menyebut gempa Lombok sebagai teguran buat Gubernur NTB, Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB) yang pindah haluan politik.

Jadi, menurut mereka, gempa Lombok terjadi lantaran TGB mengubah haluan politiknya ke kubu PDI Perjuangan, meninggalkan poros koalisi yang dibentuk Partai Gerindra. Kedekatan Partai Demokrat --tempat TGB bernaung saat itu-- dengan Partai Gerindra disebut-sebut jadi alasan TGB menyeberang.

Barangkali memang enggak bisa ditolak juga kekecewaan-kekecewaan yang timbul dari keputusan TGB saat ini. Tapi, tetap saja. Memolitisasi sebuah bencana adalah kebrengsekan yang enggak pantas dilakukan. Selain terdengar tolol, politisasi bencana adalah hal yang juga terasa mengingkari iman. Bukan begitu, saudara-saudara?!

Coba tuh bayangkan. Bukan cuma kondisi alam yang jadi ujian buat saudara-saudara kita di NTB dan sekitarnya. Hal-hal konyol seperti politisasi bencana juga jadi hal yang harus jadi perhatian. Bayangkan saja, bagaimana caranya menghadapi kondisi sesulit ini dalam atmosfer negatif? Pasti akan makin berat.

Akhir kata, selamat menjalankan misi kemanusiaan buat Komeng dan seluruh orang yang terlibat dalam aksi-aksi penuh cinta dan kebaikan untuk Lombok. Tuhan bersama kita!