Istri Mardani Maming Menolak Jadi Saksi soal Jam Tangan Seharga Rp1,95 Miliar yang Dibeli Suaminya
ERA.id - Istri terdakwa perkara dugaan korupsi mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani Maming, menolak menjadi saksi di persidangan Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (15/12/2022) kemarin.
"Kami dapat informasi bahwa istri terdakwa menggunakan haknya karena sebagai istri dibolehkan tidak bersedia hadir sebagai saksi," kata jaksa penuntut umum KPK Budhi Sarumpaet.
Diketahui hak menolak menjadi saksi diatur pada Pasal 168 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan terdapat tiga kategori pihak yang tidak dapat didengar keterangannya dalam sidang.
Pertama, keluarga sedarah atau dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa.
Kedua, saudara dari terdakwa saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena parkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.
Kemudian ketiga, suami atau isteri terdakwa maupun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
Sedangkan bagi pihak di luar ketentuan Pasal 168 KUHAP memiliki ancaman sanksi saat menolak pemanggilan sebagai saksi sebagaimana diatur Pasal 224 ayat (1) KUHP.
Budhi menyebut rencana menghadirkan istri terdakwa untuk menggali keterangannya terkait jam tangan wanita mewah yang dibeli terdakwa, namun pembayarannya dilakukan oleh mantan Direktur PT PCN almarhum Henry Soetio.
Jam tangan wanita itu bermerek Richard Mille tipe RM 07-01 White Gold seharga Rp1,95 miliar dipesan terdakwa kepada salah seorang pengusaha jam tangan di Mall Grand Indonesia tahun 2017.
Hingga sidang hari ini, terhitung sudah ada 35 saksi fakta dan ahli yang dihadirkan KPK sebagai pembuktian dakwaan.
KPK mendakwa Mardani menerima gratifikasi dari Henry Soetio terkait jasanya meneken Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang persetujuan pengalihan izin usaha pertambangan IUP OP dari PT BKPL kepada PT PCN.
Adapun dua dakwaan alternatif yang dikenakan yakni Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian dakwaan alternatif kedua Pasal 11 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.