Malu Korupsi, Stop Beri Tip di Kelurahan

Jakarta, era - Isu korupsi menjadi perhatian bersama, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di banyak negara lain. Secara khusus, antikorupsi diperingati setiap tahun pada 9 Desember, sebagai wujud betapa bahayanya kejahatan korupsi.

Di Indonesia, istilah korupsi gencar disampaikan pada era Orde Baru, dengan jargon stop KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Kata korupsi makin sering didengar setelah Komisi Pemberantasan Korupsi didirikan pada 2002, era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Alasan utama pendirian KPK adalah karena kepolisian serta kejaksaan dinilai tidak maksimal menangani perkara korupsi. Saat itu, banyak kasus dugaan korupsi sehingga membersihkannya tidak bisa menggunakan sapu yang kotor.

Terkait keberadaan KPK, ada yang menilai pemberantasan korupsi berjalan baik berkat kinerja KPK dengan indikator banyaknya kasus korupsi terbongkar atau banyaknya tersangka korupsi yang ditangkap.

Tapi sebagian orang menilai keberadaan KPK belum sesuai harapan karena hanya fokus pada penindakan, belum pada pencegahan praktik korupsi. Banyaknya kasus atau tersangka korupsi, dijadikan indikator menilai KPK gagal dalam mencegah terjadinya korupsi.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donald Fariz, mengatakan praktik korupsi di Indonesia menjamur hingga ke lapisan masyarakat bawah. Dia menjadikan kebiasaan warga memberi imbalan saat mengurus administrasi di kelurahan sebagai contoh.

Saat mengurus administrasi, kata Donald, warga kerap memberi tip. Hal itu terjadi bertahun-tahun hingga menjadi kebiasaan dan dianggap wajar.

"Padahal urus-urus surat di RT atau kelurahan kan gratis, tapi warga merasa bersalah atau enggak enak kalau enggak ngasih tip. Kebiasaan ini harus di-stop," kata Donald, kepada era.id, Sabtu (9/12/2017).

Donald menilai, saat sudah menjadi kebiasaan, maka akan ada kesepakatan alamiah terkait nominal yang harus diberikan warga saat mengurus administrasi di instansi pemerintahan. Istilah di lapangannya, untuk uang kopi dan rokok, uang lelah, atau cost kerepotan.

Aparatur pemerintahan atau pejabat, kata Donald, menerima tip dari warga karena menilai itu bukan uang negara, bukan korupsi.

"Misalnya urus KTP ngasih Rp10.000, Rp15.000, itu kan korupsi-korupsi kecil, terus tumbuh akhirnya jadi kebiasaan," ucap Donald.

Kini, dia berharap masyarakat menyadari itu. Ikut menutup celah korupsi, apapun bentuknya.

Tag: